Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Harga Produsen China Turun 1,2 Persen

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional menunjukkan bahwa Indeks Harga Produsen China (PPI) yang menjadi barometer profitabilitas perusahaan, turun 1,2% secara tahunan pada September.
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Harga produksi pabrik China turun pada September dalam laju tercepat selama 3 tahun terakhir, kondisi ini memperkuat urgensi stimulus tambahan karena lesunya manufaktur di tengah pelemahan permintaan dan tekanan perdagangan AS.

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional menunjukkan bahwa Indeks Harga Produsen China (PPI) yang menjadi barometer profitabilitas perusahaan, turun 1,2% secara tahunan pada September.

Sebaliknya, harga konsumen China naik pada laju tercepat dalam hampir 6 tahun terakhir yang sebagian besar didorong oleh lonjakan harga daging babi ketika wabah demam babi Afrika menyerang peternakan babi di negara tersebut.

Namun, tekanan pada inflasi ritel inti tetap rendah, memberikan ruang bagi para pembuat kebijakan untuk mengeluarkan langkah-langkah yang dapat mendorong peningkatan permintaan.

"Kami terus mengantisipasi pelonggaran lebih lanjut dalam beberapa kuartal berikutnya karena tekanan sisi permintaan tetap redam dan deflasi manufaktur semakin dalam," tulis Martin Lynge Rasmussen, Ekonom China di Capital Economics, dalam sebuah catatan, dikutip melalui Reuters, Selasa (15/10/2019).

Prospek suram diperkirakan tidak mungkin berubah dalam sekejap bahkan ketika ketegangan dalam perang dagang selama setahun antara Beijing dan Washington agak mereda.

Presiden AS Donald Trump pekan lalu mengatakan bahwa kedua pihak telah mencapai kesepakatan pada tahap pertama dan menangguhkan kenaikan tarif, tetapi para pejabat mengatakan banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan.

Harga rendah terutama terlihat di sektor minyak dan bahan mentah.

Menurut analis di Nomura, deflasi PPI dapat melemah lebih dalam karena permintaan domestik yang lesu, jatuhnya harga energi dan bahan mentah serta pemotongan pajak pertambahan nilai yang mulai berlaku pada April tahun ini.

Beberapa analis memperkirakan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto China akan turun di bawah 6% pada kuartal ketiga.

Sementara itu, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan 6,0% -6,5% untuk tahun ini.

Data perdagangan yang dirilis pada (14/10/2019), menunjukkan kontraksi dalam ekspor dan impor ketika tarif AS diterapkan pada 1 September mulai berlaku, menggarisbawahi dampak lanjutan dari sengketa bilateral.

China telah mengambil pendekatan yang hati-hati dalam menghadapi perlambatan ekonomi. Stimulus yang diluncurkan sampai saat ini sebagian besar telah membantu menahan peningkatan dramatis dalam pengeluaran pemerintah.

Bank sentral juga telah menggunakan penyesuaian rasio persyaratan cadangan untuk bank alih-alih menurunkan suku bunga.

Pada akhir September, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan tidak ada kebutuhan mendesak untuk menerapkan pemotongan suku bunga besar-besaran, mengutip kebijakan Beijing bahwa mereka tidak akan bergantung hanya pada langkah-langkah stimulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper