Bisnis.com, JAKARTA -- Kedutaan Besar RI untuk Swedia menyampaikan sejumlah rekomendasi mengenai pendalaman kerja sama riset dan pendidikan tinggi dengan Swedia, juga keberlangsungan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan di negara itu.
Duta Besar RI untuk Swedia Bagas Hapsoro mengatakan riset gabungan (joint research) antar perguruan tinggi Indonesia dengan Swedia perlu dilakukan, terutama universitas yang unggul di bidang masing-masing.
"Kedua negara juga perlu memperbanyak pertukaran pelajar dan peneliti," katanya dalam siaran pers seusai bertemu dengan 20 orang awardee LPDP dan ahli dengan latar belakang peneliti di Swedia di Stockholm, Senin (7/10/2019).
Selain itu, lanjut dia, perlu optimalisasi kemitraan dengan industri Swedia yang bisa dimulai dengan perusahaan asal negara itu yang ada di Indonesia, seperti IKEA, ABB, atau Scania, melalui open project thesis atau workshop.
Memanfaatkan momentum peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia-Swedia pada 2020, Bagas mengusulkan kegiatan pameran pendidikan atau kegiatan yang dikoordinasikan bersama antara KBRI, kementerian/lembaga, PPI/Awardee LPDP, dan universitas, di Swedia.
Sementara itu, mengenai sistem administrasi, KBRI Stockholm mengusulkan penyesuaian periode waktu seleksi LPDP dengan jadwal seleksi kampus-kampus Swedia.
Pasalnya, sistem penerimaan mahasiswa di Swedia menerapkan jadwal atau rentang waktu yang jelas dan pasti sehingga tidak mungkin meminta penundaan masa studi (defer), kecuali alasan kesehatan dan wajib militer.
Selain itu, pembaharuan peraturan sebaiknya diorganisasi lebih baik, bukan melalui milis yang kurang efisien.
Bagas juga mengusulkan perbaikan sistem kuota dan kemudahan bagi awardee agar tidak mengalami penundaan keberangkatan studi terlalu lama.
KBRI juga memberikan masukan soal biaya hidup atau living allowance. Bagas mengatakan inflasi di Swedia sekitar 2% setiap tahun, sedangkan sejak 2012, living allowance LPDP belum disesuaikan.
Menurut dia, syarat maintenance requirement dari Kantor Imigrasi Swedia mengalami kenaikan dari minima 7.300 krona per bulan pada 2012 menjadi sebesar 8.370 krona per bulan pada 2019. Adapun syarat untuk mahasiswa doktoral bisa lebih tinggi, yakni sekitar 12.000 krona.
Selain itu, biaya kesehatan merupakan dana di luar pengeluaran reguler yang penting dan darurat, tetapi tergolong sangat tinggi. Awardee kerap menanggung sendiri biaya kesehatan yang tidak ditanggung asuransi kampus.
"Dengan keseluruhan biaya hidup yang cukup tinggi di antara negara Skandinavia, LA [living allowance] awardee di Swedia bisa dibilang lebih rendah dibandingkan negara-negara Eropa Barat," ujar Bagas.
Saat ini di Swedia, terdapat 53 mahasiswa awardee LPDP. Sebagian besar merupakan mahasiswa program magister, yakni 16 mahasiswa di Kungliga Tekniska Högskolan (KTH)/ Royal Institute of Technology di Stockholm dan 16 mahasiswa di Lund University, Lund.
Bidang ilmu yang ditekuni terutama mencakup teknik, seperti ilmu komputer, arsitektur; kedokteran, seperti biomedicine; dan lingkungan, seperti ekonomi kesehatan (health-economics), keberlanjutan (sustainability), dan ekonomi pembangunan (development study).
Swedia merupakan salah satu negara studi penerima beasiswa dari LPDP sejak 2013. Hingga tahun ini, LPDP telah menyediakan beasiswa kepada 176 orang untuk studi di Swedia. Angka itu menempatkan Swedia di urutan ke-7 sebagai negara dengan jumlah terbesar penerima beasiswa LPDP, masih jauh di bawah Inggris di urutan pertama sebanyak 2.944 orang, Australia di urutan kedua sebanyak 1.518 orang, dan Belanda di urutan ketiga sebanyak 1.312 orang.