Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Malaysia Usulkan Grab Didenda Rp271 Miliar

Regulator persaingan usaha Malaysia pada hari Kamis (3/10/2019) mengusulkan denda lebih dari 86 juta ringgit (Rp271 miliar juta) pada perusahaan online Grab karena melanggar undang-undang persaingan dengan memberlakukan klausul pembatasan pada pengemudinya.
Ilustrasi pengemudi ojek daring Grab./Reuters-Beawiharta
Ilustrasi pengemudi ojek daring Grab./Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA – Regulator persaingan usaha Malaysia pada hari Kamis (3/10/2019) mengusulkan denda lebih dari 86 juta ringgit (Rp271 miliar juta) pada perusahaan online Grab karena melanggar undang-undang persaingan dengan memberlakukan klausul pembatasan pada pengemudinya.

Komisi Persaingan Usaha Malaysia (MyCC) memutuskan bahwa Grab yang berbasis di Singapura, yang mendapat dukungan permodalan besar dari SoftBank Group Corp, telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar lokal dengan melarang pengemudinya untuk mempromosikan dan menyediakan layanan iklan untuk para pesaingnya.

"MyCC selanjutnya mencatat bahwa klausul pembatasan tersebut dapat mendistorsi persaingan di pasar dengan menciptakan hambatan bagi para pesaing Grab untuk masuk dan berekspansi di masa mendatang," ungkap Ketua MyCC Iskandar Ismail dalam konferensi pers, seperti dikutip Reuters.

MyCC juga mengganjar denda harian senilai 15.000 ringgit yang dimulai pada hari Kamis sebelum Grab dapat mengambil tindakan perbaikan seperti yang diarahkan oleh komisi demi menangani masalah persaingan.

Iskandar mengatakan Grab memiliki 30 hari kerja untuk menghadirkan perwakilan mereka ke komisi sebelum keputusan akhir akan dibuat.

Regulator mengatakan tahun lalu bahwa mereka akan memantau kemungkinan perilaku anti persaingan setelah mengakuisisi bisnis saingannya Uber Technologies Inc di Asia Tenggara pada Maret 2018.

Malaysia akan menjadi negara ketiga di kawasan itu yang akan memberikan sanksi terhadap Grab karena kesepakatan dengan Uber.

Tahun lalu, kedua perusahaan didenda oleh pengawas persaingan usaha di Singapura dan Filipina menyusul aksi merger keduanya. Singapura mengatakan kesepakatan itu telah menaikkan harga, sementara Filipina mengkritik kedua perusahaan karena terlalu cepat menyelesaikan merger dan karena penurunan kualitas layanan.

Namun, Iskandar mengatakan penyelidikan regulator Malaysia didasarkan pada pengaduan yang diterima terhadap perusahaan, dan bukan karena monopoli pasar setelah kesepakatan dengan Uber.

Di bawah Undang-Undang Persaingan Malaysia, pelaku monopoli di pasar bukan merupakan pelanggaran hukum, kecuali mereka menyalahgunakan posisinya di pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper