Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka Hadinoto Soedigno, selaku mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., Kamis (3/10/2019).
Hadinoto dipanggil terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.D dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka ESA [Emirsyah Satar]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (3/10/2019).
Selain Hadinoto, penyidik juga memaanggil mantan Plh Direktur Pemasaran dan Penjualan GIAA, Muhammad Arif Wibowo dan pensiunan pegawai GIAA, Capt. Agus Wahjudo.
Menurut Febri, keduanya juga dijadwalkan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama GIAA Emisryah Satar.
Perkembangan lain, penyidik juga telah memperpanjang masa penahanan terhadap pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo.
"Perpanjangan penahanan untuk tersangka SS [Soetikno Soedarjo] selama 30 hari ke depan tertanggal 5 Oktober 2019," ujar Febri Diansyah, Rabu (2/10/2019).
Selama proses penyidikan, Soetikno telah ditahan di rumah tahanan Pomdam Jaya Guntur sejak 7 Agustus 2019 lalu. KPK terus merampungkan berkas penyidikan untuk kemudian ditingkatkan ke tahap penuntutan.
Dalam perkara ini, Emirsyah diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.
Suap tersebut berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005—2014 pada PT Garuda Indonesia, yang diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap.
Dalam perkembangannya, KPK juga mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
KPK sebelumnya menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008—2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.
Kontrak itu yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
Selain itu, kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar serta pada mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, US$680.000 dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Sementara itu, Hadinoto diduga menerima uang suap dari Soetikno senilai US$2,3 juta dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
KPK juga telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).