Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Dirut Jasa Tirta II Djoko Saputro Minta KPK Serahkan Kasusnya ke Kepolisian

Permintaan itu menyusul praperadilan yang diajukan Djoko terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun anggaran 2017.
Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro (kiri) dan Ketua Dewan Pengawas PJT II Bedjo Sujanto (kanan) memberikan keterangan pers Laporan Kinerja Tahun 2016 di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (10/5)./Antara-Widodo S Jusuf
Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro (kiri) dan Ketua Dewan Pengawas PJT II Bedjo Sujanto (kanan) memberikan keterangan pers Laporan Kinerja Tahun 2016 di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (10/5)./Antara-Widodo S Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA -  Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan berkas perkaranya ke Kepolisian.

Permintaan itu menyusul praperadilan yang diajukan Djoko terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun anggaran 2017.

Djoko mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 115/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL. 

"Memerintahkan kepada termohon [KPK] untuk menyerahkan seluruh berkas perkara dan penanganan pemeriksaan perkara pidana ini kepada Kepolisian Resor Purwakarta," tulis isi petitum permohonan, dikutip Jumat (27/9/2019).

Dalam isi petitum, Djoko selaku pemohon menyatakan bahwa penetapan tersangka dirinya berdasarkan surat Nomor: B 1061/DIK.00/23/11/2018, perihal Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 29 November 2018 dinilai tidak sah.

Selain itu, dia juga meminta KPK mengembalikan harkat dan martabat pemohon dalam hal ini Djoko Saputro seperti semula.

"Yang Mulia Hakim Pra Peradilan yang memeriksa perkara ini berpendapat lain, mohon memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," tulis petitum.

Persidangan praperadilan akan kembali digelar pada Senin (14/10/2019), setelah pada sidang perdana KPK selaku tergugat tidak menghadiri sidang. 

Dalam kasus ini, Djoko dan Andririni Yaktiningsasi selaku swasta ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017. 

Djoko Saputro usai diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II pada 2016, diduga menginstruksikan agar melakukan revisi anggaran di perusahaan BUMN itu.

Revisi anggaran kemudian dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.

Pada relokasi anggaran untuk Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis senilai Rp3,82 miliar, sedangkan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan Rp5,73 miliar.

KPK menduga perubahan tersebut dilakukan tanpa adanya usulan bank dan unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Setelah revisi anggaran, Djoko pun memerintahkan Andririni Yaktiningsasi menjadi pelaksana pada kegiatan tersebut. Dalam dua kegiatan itu, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 itu sebesar Rp5.564.413.800.

Rinciannya, Pekerjaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis sebesar Rp2.204.155.8410.

KPK menduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas lantaran adanya penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdate atau penanggalan mundur.

Tak hanya itu, KPK juga menduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Akibat kasus ini, kerugian negara mencapai sekitar Rp3,6 miliar yang perhitungannya berasal dari keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Djoko Saputro dan Andririni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kendati belum ditahan, keduanya telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan per 1 Juli 2019 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper