Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri LHK: Penegakan Hukum terhadap Perusahaan Pembakar Lahan Telah Dilakukan

Pemerintah menegaskan sanksi hukum diberikan kepada siapapun yang terbukti bersalah terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai langkah law enforcement.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar memberikan penjelasan saat rapat kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu (15/5/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar memberikan penjelasan saat rapat kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu (15/5/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menegaskan sanksi hukum diberikan kepada siapapun yang  terbukti bersalah terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai langkah law enforcement.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan sikap tegas dalam penegakan hukum selama 5 tahun ini telah membuahkan hasil. Jika masih ada yang membandel pasti ditindak.

“Melihat persoalan kebakaran hutan dan lahan atau saya lebih suka menyebutnya kebakaran  bentang alam atau lansekap atau landscape fire itu tidak bisa dari jauh, mereka-reka, harus tahu betul kondisi lapangan. Mengapa? Karena landscape itu bercirikan waktu dan tempat yang selalu berubah dan sangat berpengaruh membentuknya, serta interaksi antara time and space itu dalam bentuk sosio-kultural. Tidak bisa secara linear orang mengatakan apalagi menuding soal adanya kelemahan law enforcement,” ujar Siti, Sabtu malam (14/9/2019).

Penegasan Siti ini merespons pandangan yang muncul di ruang publik, baik nasional maupun internasional terkait dengan menguatnya intensitas hotspots di sejumlah daerah di Sumatra dan Kalimantan, terutama Kalimantan Tengah.

Demikian pula muncul berbagai hopthesis termasuk hal-hal yang bersifat common sense dilontarkan ke ruang publik, termasuk tudingan bahwa kebakaran di Sumatra karena okupasi ilegal, korupsi, dan rendahnya law enforcement

Dijelaskan Siti, law enforcement merupakan bagian penting dalam bangunan konsep penanganan landscape fire di Indonesia selain dari tata kelola kawasan sebagai pencegahan serta livelihood masyarakat, akses bagi masyarakat untuk sejahtera.

Selain law enforcement yang sudah berjalan selama 5 tahun terakhir ini, hal yang penting juga adalah tata kelola, termasuk oleh para pemegang izin. “Ini merupakan aspek penting,”katanya.

Dia mencontohkan izin restorasi ekosistem yang diberikan kepada WWF sebagai pemegang izin yang ternyata juga mengalami kebakaran berulang di wilayah konsesi izin tersebut.

Sebelumnya, pada Jumat (13/9/2019) KLHK telah mengambil sikap tegas dengan melakukan penyegelan terhadap PT Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT), konsesi restorasi ekosistem (RE) WWF-Indonesia, yang berlokasi di Provinsi Jambi, karena terbukti areal konsesi tersebut mengalami karhutla.

Penyegelan tersebut dilakukan oleh KLHK akibat kegagalan perusahaan RE tersebut dalam menangani karhutla di areal konsesinya itu mulai Agustus 2019.

“Berdasarkan daftar perusahaan yang telah disegel hingga hari ini [14 September 2019] akibat karhutla, PT ABT merupakan salah satu dari 42 konsesi yang telah disegel oleh KLHK,” ungkap Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dalam keterangannya di Jakarta (14/9/2019).

“Karhutla yang terjadi di konsesi PT ABT ini merupakan pengulangan kejadian yang sama pada tahun 2015 lalu, di mana konsesi RE WWF tersebut juga terjadi karhutla serius,” ujarnya.

Bambang menjelaskan konsesi PT ABT merupakan areal konsesi RE yang di antaranya bertujuan untuk berperan sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, yang merupakan bagian utama dari Ekosistem Bukit Tigapuluh seluas seluas 400.000 hektare atau sekitar 6 kali luas DKI Jakarta, yang merupakan salah satu habitat tersisa harimau dan gajah Sumatra yang terancam punah.

“Hingga data per 14 September 2019, konsesi RE WWF tersebut merupakan satu-satunya konsesi restorasi ekosistem yang disegel oleh KLHK akibat karhutla,” tegas Bambang.

Menurutnya, KLHK telah menyegel 28 konsesi sawit, termasuk konsesi-konsesi milik perusahaan-perusahaan Malaysia dan Singapura, serta 14 konsesi kehutanan, termasuk konsesi RE WWF di dalamnya, karena kasus karhutla.

Dari 42 konsesi yang telah disegel itu, mayoritas berada di Pulau Kalimantan, yakni sebanyak 34 konsesi. Tercatat 26 konsesi yang disegel di Kalimantan Barat, dan 8 konsesi di Kalimantan Tengah.

Sementara di Pulau Sumatra, terdapat 5 konsesi yang disegel di Riau, disusul 2 konsesi di Jambi, dan 1 konsesi di Sumatra Selatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper