Bisnis.com, JAKARTA -- Gubernur Bank Sentral Eropa Mario Draghi bersiap untuk menghadapi rapat kebijakan yang paling kontroversial sepanjang karirnya di ECB ketika dirinya dituntut untuk meningkatkan stimulus moneter lagi meskipun ada keraguan yang tinggi terhadap ekonomi zona euro.
Menurut para pejabat yang berbicara secara anonim, suasana pertemuan para dewan bank sentral pada Kamis (12/9/2019), waktu Frankfurt, diperkirakan akan lebih tegang di tengah pembahasan langkah ECB untuk menanggapi memudarnya pertumbuhan dan inflasi.
"Rapat hari pertama yang dilaksanakan pada Rabu [11/9/2019], di mana ECB mempresentasikan skenario ekonominya, berlangsung alot dan lebih lama dari biasanya," ujar seorang pejabat ECB, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (12/9/2019).
Pukulan perang perdagangan dan Brexit telah memaksa Draghi untuk berbalik arah hanya 9 bulan setelah dia memberi sinyal ECB akan menghentikan pemotongan suku bunga dan pembelian utang.
Ini adalah perubahan yang luar biasa, apalagi dalam beberapa pekan dia akan menyerahkan jabatannya kepada mantan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Christine Lagarde.
Di saat suku bunga hampir pasti akan dipotong menjadi di bawah nol, gubernur bank sentral dari negara-negara termasuk Jerman, Prancis, dan Belanda memperingatkan mereka melihat tidak ada kebutuhan mendesak untuk melanjutkan pelonggaran kuantitatif.
Keraguan pihak-pihak yang mempertanyakan langkah radikal Draghi diperkuat dengan rencana pergantian pemimpin, perekrutan sejumlah anggota dewan gubernur baru.
Oposisi besar terakhir kali dihadapi Draghi pada Januari 2015 saat dia mendorong langkah pembelian aset dalam skala besar.
Ekonom dan investor masih mengantisipasi kemungkinan pelonggaran kuantitatif, yang yang berarti dewan gubernur perlu mempertimbangkan konsekuensi dari ekspektasi yang berpotensi berisiko tinggi pada tingkat bunga di pasaran.
Rekan-rekan sejawat dari Australia hingga AS telah melonggarkan kebijakan di balik pertumbuhan global yang melambat, dengan The Fed yang diperkirakan akan melakukan penurunan suku bunga kedua pada pertemuan FOMC pekan depan.
"Draghi siap untuk memulai kembali stimulus pada rapat kebijakna terakhirnya ... Sementara gubernur bank sentral Jerman, Belanda, Austria dan Estonia menentang QE," ujar ekonom Bloomberg, Niraj Shah.
Pemangkasan suku bunga tampaknya menjadi bagian yang paling tidak kontroversial dari paket stimulus yang akan dibahas oleh para pembuat kebijakan, meskipun ada kritik dari beberapa negara di kawasan inti bahwa penabung dan bank sudah cukup terluka setelah lebih dari 5 tahun menerima bunga negatif.
Semua, kecuali satu ekonom dalam survei Bloomberg, memperkirakan suku bunga deposito akan diturunkan, dengan estimasi median 10 basis poin. Investor lebih berani, memberi perkiraan pelonggaran sekitar 15 basis poin.
Putaran baru pembelian obligasi adalah topik utama yang memicu perselisihan antara ECB dan bank sentral eropa lainnya.
Gubernur Bundesbank Jens Weidmann dan Gubernur Bank Sentral Belanda Klaas Knot berpendapat bahwa situasi ekonomi saat ini tidak menjamin QE, sedangkan Francois Villeroy de Galhau dari Bank Sentral Prancis juga mengisyaratkan skeptisisme yang senada.
Obligasi pemerintah Eropa melonjak pada Agustus, mendorong imbal hasil sekuritas Jerman bertenor 30 tahun di bawah nol karena investor berspekulasi QE akan menjadi bagian dari rencana ECB.
Bank-bank komersial di Eropa berharap ECB akan meredakan tekanan dari suku bunga negatif dengan mengurangi kewajiban dana simpanan.
Di sisi lain, terlepas dari triliunan stimulus, inflasi masih bergerak lamban namun mendekati target 2% ECB.