Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai pengawasan peredaran garam impor untuk keperluan industri sangat lemah yang menyebabkan petani garam lokal kalah bersaing.
Juru bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendalaman perkara kartel impor garam dengan tujuh terlapor. Hasilnya, para terlapor tidak bersalah.
Akan tetapi, pihaknya menemukan persoalan lain pada industri garam sehingga praktik bisnis saat ini mengakibatkan petani lokal kalah bersaing.
Salah satu persoalan tersebut yakni lemahnya pengawasan terhadap impor garam dari pemerintah terhadap para importir. Alhasil, hal ini menyebabkan terjadinya kebocoran garam impor yang seharusnya khusus diperuntukkan bagi industri ternyata beredar pula ke pasar ritel.
“Ada beberapa hal yang kami temukan pascapersidangan. Meski kami putuskan tidak melanggar Pasal 11 UU No.5/1999, fakta persidangan menemukan problematika terkait industri garam dan kebijakan pemerintah. Kami temukan ada mekanisme pengawasan yang kurang berfungsi di Kementerian Perindustrian sehingga improtir ini menjual garam kepada nama-nama pembeli yang tidak terdaftar,” jelasnya, Rabu (14/8/2019).
Padahal, menurut regulasi, importir mesti menyertakan nama perusahaan pembeli sebagai syarat impor kepada pemerintah.
“Mayoritas penjualan garam impor kepada pembeli yang bukan didaftarkan”.
Karena itu, KPPU telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan persoalan garam impor seperti penetapan volume dan harga patokan garam impor.
Selain itu, komisi juga meminta pengawasan pemerintah terhadap impor garam harus diperbaiki sehingga tidak terdapat rembesan garam impor ke pasar yang dapat menekan harga produksi lokal.
Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian Kelautan dan Perikanan pernah menerima informasi kebocoran garam industri ke sektor konsumsi yang diduga dilakukan salah satu terlapor kartel impor garam.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan kartel importasi garam industri aneka pangan.
Dia menjelaskan bahwa kementerian tersebut membuka layanan informasi pengaduan dari masyarakat terkait penyalahgunaan ketentuan penggunaan importasi garam.
Salah satu pengaduan yang diterima adalah kebocoran garam industri ke sektor garam konsumsi yang diduga dilakukan oleh PT Garindo Sejahtera Abadi. Perusahaan ini merupakan salah satu terlapor dalam perkara dugaan kartel importasi garam tersebut.
“Kami menerima informasi kebocoran garam industri ke konsumsi. Kami langsung meneruskan ke Satgas Pangan Polri untuk ditindaklanjuti. Seperti apa hasilnya, silakan ditanyakan ke Polri,” ujarnya.
Terkait importasi garam, dia menjelaskan bahwa KKP selalu dilibatkan dalam rapat koordinasi terbatas mengenai stok garam yang digelar oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, kemudian sempat dialihkan ke Kementerian Koordinator Maritim dan kini dikembalikan ke Kemenko Perekonomian.
Dalam rapat itu, lanjutnya, KKP bersama Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan tentang produksi garam domestik dan Kementerian Perindustrian mempresentasikan tentang kebutuhan garam yang digunakan oleh industri. Jika terjadi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan, maka akan dilakukan importasi.
Untuk garam industri, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/2015 rekomendasi akan dilakukan diberikan oleh Kementerian Perindustrian kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan garam untuk membantu proses produksi produk industrinya. Garam tersebut, lanjutnya, tidak boleh dipindahtangankan atau diperjualbelikan.
Sementara itu, KKP, lanjutnya, memberikan rekomendasi impor kepada PT Garam selaku BUMN yang bergerak di bidang pergaraman, untuk melakukan impor garam yang akan digunakan dalam proses industri garam konsumsi. KKP, lanjutnya, juga tergabung dalam tim verifikasi stok garam industri yang dipimpin oleh Kementerian Perindustrian.
Dia merincikan pada 2013 jumlah produksi garam petambak sebanyak 1,1 juta ton dan PT Garam sebesar 35.000 ton sehingga total produksi domestik sebesar Rp1,5 juta ton. Setahun berikutnya, garam produksi petambak mencapai 2,5 juta ton dan PT Garam tetap 350.000 ton sehingga total oroduksi dalam negeri mencapaiu Rp 2,8 juta ton,
“Pada 2015, produksi petambak mencapai 2,9 juta ton dan PT Garam 350.000 ton sehingga total produksi dalam negeri sebesar 3,2 juta ton. Pada 2016 terjadi penurunan produksi karena lahan basah yang berkepanjangan produksi petambak hanya 188.000 ton dan PT Garam 25.000 ton sehingga total 144.900 ton. Sementara untuk 2017 hingga Agustus produksi petambak 98.900 ton dan PTGaram 16.700 ton sehingga total 150.700 ton,” urainya.
Sementara untuk kebutuhan garam pada 2013 mencapai 3,5 juta ton dengan perincian garam konsumsi 1,5 juta ton dan garam industri 2,2 juta ton. Setahun berikutnya, total kebuthan masih di ksiaran 3,5 juta ton, dengan perincian garam konsumsi 1,2 juta ton yang yang dibagi lagi untuk garam rumah tangga 756.000 ton, pengasinan atau pengawetan 525.000 ton.
Sementara itu kebutuhan garam industri naik mencjadi 2,2 juta ton. Pada 2015, total kebutuhan mencapai 3,5 juta dengan perincian konumsi 1,3 juta ton yang dibagi dalam sektor garam rumah tangga 766.000 ton, pengasinan 535.000 ton. Garam industri pada tahun itu kebutuhannya mencapai 2,2 juta ton.
“Pada 2016 kebutuhan 3,6 juta ton dengan kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,3 juta ton, rumah tangga 775.000 ton, pengasinan 546.000 ton. Kebutuhan garam industri 2,3 juta ton. Sebagian garam produksi lokal sudah digunakan oleh industri aneka pangan yakni yang NaCl telah mencapai 97%,” pungkasnya