Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah isu musyawarah nasional, pamor Ketua Golkar Airlangga Hartarto dinilai masih moncer, meski pada pemilihan umum 2019 partai beringin tak keluar sebagai pemenang utama.
Pengamat politik menilai, Golkar masih solid meski diterpa badai korupsi di kepemimpinan sebelumnya.
Dalam pemilu legeslatif April silam, Golkar berhasil menempatkan 85 kadernya di DPR. Jumlah itu berada di urutan kedua setelah PDI Perjuangan. Gerindra, meski dipilih lebih banyak nomor dua setelah PDIP, namun hanya mampu mendapat 78 kursi di dewan.
Pengamat politik dari Universitas Bung Karno, Cecep Handoko menilai, kepemimpinan Airlangga dalam di Partai Golkar ini terbilang mampu membalikkan keadaan di Pemilu 2019. Apalagi dalam periode 2014-2019 ini, Golkar menghadapi turbulensi politik yang luar biasa besar.
Menurutnya, kasus Setya Novanto bisa distabilkan oleh Airlangga. “Karena kita tahu, sebelum Airlangga menjabat memang sangat mencekam. Yang pada akhirnya membuat Golkar keteteran untuk itu,” kata Cecep, dalam keteraangan tertulis, Selasa (6/8/2019).
Sementara itu, terkait dengan Munas Golkar, Cecep melihat ada dua kekuatan pemerintah yang membela masing-masing kandidat. Hanya saja pemerintah sendiri bisa dilihat lebih condong ke salah satu kandidat.
“Baik Airlangga maupun Bambang Soesatyo keduanya sama-sama didukung. Hanya saja kita melihat siapa yang lebih punya peluang. Kita lihat seja Airlangga selalu all out ke pemerintah, membantu presiden,” katanya.
Meski Bamsoet memiliki kekuasaan di parlemen, namun menurutnya relatif tidak ada terobosan. “Airlangga lebih berpeluang, apalagi Airlangga lebih lebih loyal,” ujarnya.
Untuk itu, sarannya, partai jangan terlalu lama dengan polemik yang terjadi menjelang Munas Golkar. Sebaiknya ini segera disudahi karena ada sejumlah agenda besar yang dihadapi.
“Saya yakin polemik di internal, tidak akan panjang, karena mereka akan menghadapi agenda-agenda besar, Airlangga lebih berpeluang,” katanya.