Bisnis.com, JAKARTA - Pengacara Syafruddin Arsyad Temenggung, Hasbullah menegaskan, Surat Keterangan Lunas yang diterbitkan Syafruddin terkait BLBI sudah sesuai aturan.
Penegasan itu menurutnya, sekaligus menyanggah pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi yang sejak awal menyatakan bahwa penerbitan surat kepada pemegang saham pengendali BDNI, Sjamsul Nursalim, menyalahi aturan.
"Perbuatan Pak Syafruddin dalam rangka mengeluarkan SKL itu didasari dari peraturan perundangan," kata Hasbullah, Kamis (1/8/2019).
Pernyataan tersebut, lanjutnya, juga diungkapkannya diskusi pubik bertajuk "Vonis Bebas MA Terhadap Syafruddin: Siapa Salah, MA atau KPK" Rabu (31/7/2019).
"Secara jelas dalam audit BPK tahun 2006 dikatakan BPK berpendapat bahwa SKL telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang transparan," katanya.
Menurut dia, kliennya yang merupakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sudah melakukan tindakan yang bermanfaat bagi negara. Dia menilai kebijakan Syafruddin membuat Indonesia keluar dari krisis
Baca Juga
."Jadi bayangkan Pak Syafruddin ini telah melakukan tindakan sebagai kepala BPPN telah menyelesaikan dan berhasil meningkatkan dan berhasil mengeluarkan Indonesia dari keadaan krisis menjadi tidak krisis," katanya.
KPK mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis lepas Syafruddin Arsyad Temenggung terkait kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI. Namun, KPK menegaskan kasus itu ranah pidana.
"KPK setuju dengan putusan pengadilan yang mengatakan perbuatan terdakwa terbukti. Tapi KPK berbeda pendapat tentang apakah ini berada pada ranah pidana, perdata atau administrasi negara," kata Juru Bicara Humas KPK, Febri Diansyah.
Sebagaimana diketahui, MA telah membebaskan Syafruddin dari segala proses hukum terkait perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI kepada taipan Sjamsul Nursalim, pemegang saham mayoritas BDNI.
Sebelum putusan kasasi yang dibacakan pada 9 Juli 2019 itu, dia divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tapi kemudian dimentahkan pada level kasasi