Bisnis.com, BANDUNG - Perusahaan multinasional asal China, Huawei Technologies, mencatat pertumbuhan pendapatan mencapai 23,2 persen pada semester pertama di tengah kampanye negatif AS terhadap produk perusahaan sejak Mei lalu.
Pendapatan perusahaan tertutup tersebut naik menjadi 401,3 miliar yuan US$58,28 miliar dari US$325,7 miliar tahun lalu, dengan total impor produk hingga 118 juta unit, atau naik 24 persen.
Rantai pasokan Huawei secara signifikan terganggu ketika produk perusahaan dimasukkan daftar larang edar oleh pemerintah AS pada pertengahan Mei.
Pemerintah AS menuduh itu adalah risiko keamanan karena peralatannya dapat digunakan oleh Beijing untuk kegiatan spionase. Namun, hal ini telah berulang kali disangkal Huawei.
Presiden Trump akhirnya memberikan penangguhan larangan hingga 19 Agustus dan mengisyaratkan pemerintahnya akan melonggarkan sanksi terhadap Huawei, meskipun rincian pastinya tidak diketahui.
Pertumbuhan pendapatan Huawei sebesar 23 persen untuk semester pertama dibandingkan dengan pertumbuhan 15 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
"Pendapatan tumbuh dengan cepat hingga Mei," ungkap pemimpin Huawei Liang Hua, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (30/07/2019). Menurutnya, perusahaan harus tetap melihat potensi pertumbuhan ke depannya, setelah perusahaan masuk ke dalam daftar cekal di AS.
"Bukannya kami mengatakan kami tidak ada kesulitan ke depannya. Kami punya dan itu mungkin akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kami dalam jangka pendek," katanya.
Sementara itu, pendiri sekaligus CEO Huawei Ren Zhengfei menuturkan dampak dari pencekalan Huawei di AS lebih buruk dari bayangan perusahaan. Dia memperkirakan perusahaan dapat kehilangan pendapatan hingga US$30 miliar.
Dia khawatir pendapatan perusahaan pada 2019 dan 2020 akan stagnan pada kisaran US$100 miliar.
Menurut data dari Canalys, Huawei memperluas keunggulannya di pasar ponsel cerdas China pada kuartal kedua, sementara penjualan ponsel cerdas di luar negeri mengalami sedikit penurunan.