Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian lirik pada lagu Pelangi di Matamu karya Aziz, musisi grup Band Jamrud, seakan kontekstual dengan kisah pengungkapan kasus penganiayaan terhadap Novel Baswedan.
Setelah ditunggu lama, pihak yang melakukan investigasi seakan tak bisa berbicara apa-apa. Lebih dari 30 menit ditunggu menyuarakan siapa sesungguhnya pelaku penganiayaan, TPF malah menyebut penganiayaan terjadi karena Novel Baswedan terlalu eksesif menggunakan wewenangnya sebagai penyidik KPK. "Korban" Novel Baswedan mendendam dan mengorder orang suruhan untuk melakukan penyerangan. Hasilnya, di subuh hari, usai salat berjamaah di masjid dekat rumahnya Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tidak dikenal.
Antara mencatat, memasuki hari ke-827 setelah diserang oleh dua orang pengendara motor tidak dikenal pada 11 April 2017, Novel Baswedan masih harus kembali menunggu kasusnya terungkap. Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras yang sudah bekerja sejak 8 Januari 2019 berdasarkan penugasan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, "hanya" berupa rekomendasi agar Kapolri membentuk tim teknis.
Tujuan tim teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal yang diduga terkait dengan perkara tersebut.
"TPF merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki oleh TPF," kata Juru Bicara Tim Pencari Fakta, Nur Kholis, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (17/7)..
Tiga orang yang dicurigai itu adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel Baswedan pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudu Masjid Al Ihsan menjelang Subuh pada 10 April 2017.
Hasil rekaman CCTV beresolusi rendah dari rumah Novel tidak dapat mengidentifikasi kendaraan dan dua pengendara motor pelaku penyiraman, kendati TPF telah mendapatkan bantuan teknis dari Australian Federal Police (AFP) untuk memperjelas resolusi gambar. Dalam investigasinya, TPF tidak menemukan alat bukti yang cukup dan meyakinkan bahwa saksi-saksi terlibat melakukan kekerasan terhadap Novel. Hasil investigasi juga menemukan bahwa penyiraman air keras terhadap wajah korban bukan untuk membunuh melainkan membuat korban menderita.
"Serangan bisa dimaksudkan untuk membalas sakit hati atau memberi pelajaran terhadap korban. Serangan itu bisa dilakukan atas dasar kemampuan sendiri atau dengan menyuruh orang lain," katanya.