Bisnis.com, JAKARTA – Tahap pengumpulan sampah dinilai menjadi tantangan terbesar dalam sistem pengelolaan sampah.
Ujang Solihin Sidik, Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tantangan itu dapat diatasi salah satunya dengan mengajarkan masyarakat agar memilah sampah dari rumah tangga.
Setelah sistem pemilahan sampah terbangun, tahap selanjutnya adalah menghubungkan sampah yang sudah terkumpul ke industri daur ulang.
“Pengelolaan sampah yang baik tidak akan terwujud kalau tidak ada industri daur ulang. Kalau mereka siap, sistem collection yang sudah terbentuk tinggal dihubungan dengan industri daur ulang,” katanya, Rabu (17/7/2019).
Adapun, KLHK saat ini sedang memfinalisasi peta jalan pengurangan sampah plastik industri. Diharapkan melalui peta jalan tersebut, para pabrikan yang menggunakan kemasan plastik bisa mendaur ulang kemasan yang diproduksi dan menggunakan bahan baku yang didaur ulang.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menyatakan telah mengajukan insentif pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri daur ulang plastik untuk mendorong sektor ini supaya lebih berkembang.
Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin menjelaskan pihaknya menilai selama ini industri daur ulang plastik dibebani dengan pajak yang cukup besar, yaitu 10% untuk pajak pemasukan dan pengeluaran.
Pasalnya, pemasok plastik bekas, yaitu pemulung dan pengumpul, tidak bisa dikenai pajak karena tidak ada bahan usahanya. “Kami minta dipotong pajaknya menjadi 5% supaya beban industri tidak besar,” katanya.
Menurutnya, saat ini insentif tersebut masih dalam tahap pembahasan antar kementerian.
Berdasarkan catatan Kemenperin, di Indonesia terdapat sekitar 1.580 industri daur ulang yang tersebar di berbagai daerah, terutama di Batam dan Jawa Tengah dengan serapan tenaga kerja mencapai 177.000 orang.