Bisnis.com, JAKARTA -- Salah satu perkembangan paling dramatis dalam 30 tahun terakhir adalah peningkatan konsumsi dan integrasi Asia ke dalam arus perdagangan, modal, keterampilan, dan inovasi global.
Dalam beberapa dekade mendatang, ekonomi Asia akan berubah dari hanya sebagai partisipan, menjadi penentu bentuk dan arah tren tersebut.
Di banyak sektor, dari internet hingga perdagangan dan tren belanja barang-barang mewah, Asia sudah menjadi panutan konsumer dunia.
Selama 2 dekade terakhir, tingkat kemiskinan global telah mengalami penurunan drastis, yang juga mempengaruhi perilaku konsumer khususnya di Asia.
Menurut laporan McKinsey Global Institute (MGI), sekitar 1,2 miliar jiwa telah mengalami kenaikan kelas sosial sebagai konsumen yang aktif, artinya mereka sudah melampaui tingkat pendapatan di mana mereka dapat melakukan pembelian diskresioner yang signifikan.
Baca Juga
Ini adalah salah satu kisah sukses ekonomi terbesar dalam sejarah dan sedang terjadi di Asia.
Saat ini, kelompok masyarakat tersebut mencatatkan ekspansi kekuatan belanja yang tinggi.
Melalui laporan berjudul "Asia's Future is Now", McKinsey memproyeksikan bahwa kawasan ini akan mendorong setengah dari pertumbuhan konsumsi seluruh dunia hingga beberapa dekade ke depan.
"Pada 2030, Asia diproyeksikan akan mewakili sekitar lebih dari setengah pertumbuhan konsumsi global," tulis McKinsey, dikutip melalui laporan yang diterima Bisnis.com, Selasa (16/7/2019).
Berdasarkan penghitungan McKinsey, jumlah kelas menengah di Asia akan tumbuh mencapai 3 miliar jiwa dalam waktu dekat.
Untuk Asia Tenggara saja, hingga beberapa tahun lalu jumlah rumah tangga yang termasuk pada kelas konsumer aktif mencapai 80 juta jiwa.
Angka tersebut saa ini diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 163 juta rumah tangga pada 2030, khususnya Indonesia, yang menghasilkan puluhan juta konsumer baru yang makmur.
Wilayah ini adalah salah satu pasar terpenting bagi perusahaan internasional.
Konsumen Asia telah lama memiliki preferensi yang kuat untuk barang dan merek mewah asal luar negeri. Tapi, saat ini trennya berubah.
"Bias yang menomorduakan produk domestik mulai pudar di kalangan generasi 90-an. Faktanya, mereka justru sudah ada lebih banyak dari mereka yang mulai memilih merek lokal daripada asing," ungkap McKinsey.
Baik itu merek Asia atau barat, mereka membutuhkan strategi penjualan yang terpusat pada target tertentu untuk bisa sukses di kawasan yang memiliki latar belakang beragam dan terfragmentasi.
Namun, tantangan lain yang harus dipecahkan oleh pengusaha ritel adalah kelompok konsumer baru di negara ekonomi berkembang masih perlu memenuhi beberapa kebutuhan dasar.
Sebagai contoh, pengeluaran rata-rata di India untuk produk pakaian dan alas kaki mencatatkan pertumbuhan dari sebesar US$40 per orang pada 2007 menjadi US$64 pada 2017.