Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sistem Kemitraan, Kalau KPPU Tak Hati-Hati Bisa Ganggu Iklim Bisnis

Jika pendekatannya adalah jumlah kasus bisa akan ada upaya pemaksaan penyelidikan demi mengejar jumlah perkara.
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./JIBI-Dwi Prasetya
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./JIBI-Dwi Prasetya

Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu berhati-hati menangani perkara kemitraan sehingga tidak mengganggu iklim usaha di Indonesia.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI) Dita Wiradiputra mengatakan bahwa jika KPPU kurang hati-hati dalam melakukan penanganan perkara kemitraan, justru bisa menumbulkan antipati bagi pelaku usaha besar untuk melakukan kemitraan.

“Jangan sampai kemitraan ini harusnya di satu sisi digalakan supaya bermitra dengan tujuan ada pemerataan kesejahteraan, tapi kalau ada banyak aturan, penekanan, ancaman hukuman dan bukan insentif yang diberikan pelaku usaha bisa berpikir ya sudahlah tidak perlu bermitra dari pada bermitra nanti berurusan dengan KPPU,” ujarnya dikutip Senin (8/7/2019).

Dia juga menyoroti target kinerja dari Direktorat Kemitraan berupa jumlah kasus setelah hijrah dari Kedeputian Pencegahan ke Kedeputian Penegakan Hukum. Menurutnya, jika pendekatannya adalah jumlah kasus bisa akan ada upaya pemaksaan penyelidikan demi mengejar jumlah perkara.

“Kalau dipaksakan, tidak cukup bukti terus dinaikkan ke persindangan nanti akan diputuskan oleh majelis. Meski nanti diputuskan tidak bersalah, pelaku usaha tidak nyaman dan investor menahan diri untuk berinvestasi. Otomatis akan terlihat iklim usaha di Indonesia terganggu,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengacara Persaingan Usaha Indonesia Asep Ridwan mengkritisi tolak ukur keberhasilan Direktorat Kemitraan adalah jumlah perkara.

Pihaknya menyayangkan masih ada lembaga penegak hukum yang tolak ukurnya masih berupa statistik jumlah perkara karena dikhawatirkan mendorong upaya mencari-cari perkara.

“Banyak tidaknya jumlah perkara sebaiknya tidak dijadikan tolak ukur keberhasilan dan biarkan terjadi dengan sendirinya. Yang perlu dijadikan tolak ukur keberhasilan sebaiknya hal-hal yang lebih bersifat kualitatif substantif seperti evaluasi bagaimana perkembangan pengetahuan hukum dan kesadaran hukum para pelaku usaha terkait kemitraan, termasuk dampak penegakan dalam baik terhadap kelanjutan relasi antara pelaku usaha besar dan kecil maupun dampaknya terhadap pelaku usaha lainnya,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, KPPU akan memfokuskan pengawasan kemitraan pada penegakan hukum. Komisioner Guntur Saragih mengatakan bahwa menjelaskan bahwa sesuai Undang-undang (UU) No.20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, KPPU memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum di bidang kemitraan.

“Kali lalu beredar informasi bahwa kami tidak punya kewenangan. Sekarang saya jawab dan pastikan KPPU on the track sesuai UU UMKM beserta peraturan turuan seperti peraturan pemerintah,” ujarnya, Selasa (25/6/2019).

Akan tetapi, ada hal lain yang patut ditelisik lebih dalam. Guntur Saragih menungkapkan bahwa direktorat kemitraan yang berfokus pada penegakan hukum tersebut akan diukur kinerjanya dari jumlah perkara yang ditangani.

“Ada kepentingan publik yang perlu dilindungi dan konteksnya penegakan hukum sehingga targetnya adalah jumlah perkara,” lanjutnya.

Sejauh ini KPPU mulai menyasar kemitraan inti dan plasma pada perkebunan kelapa sawit. Komisi ini masih sering menerima laporan aduan dari petani plasma kelapa sawit bahwa pola kemitraan tersebut tidak perusahaan perkebunan dan padahal UU No. 39/2014 tentang Perkebunan telah mengamanatkan kewajiban pola 80%—20% tersebut.

Adapun, bunyi UU tersebut yakni, mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper