Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam akhirnya meminta maaf setelah lebih dari 1 juta demonstran berpakaian hitam mendesaknya untuk mengundurkan diri terkait dengan penanganan atas RUU ekstradisi yang memungkinkan warga dikirim ke China daratan untuk diadili.
Koordinator aksi demo mengklaim jumlah pendemo mencapai hampir 2 juta yang menuntut agar Lam mengundurkan diri. Tuntutan itu merupakan tantangan paling signifikan bagi hubungan China dengan wilayah tersebut sejak diserahkan kembali oleh Inggris 22 tahun yang lalu.
Meski Lam menyatakan menunda pembahasan RUU itu tanpa batas, namun pendemo tetap tidak puas. Mereka mempertanyakan kemampuan wanita itu untuk terus memimpin kota tersebut.
Lam meminta maaf atas cara pemerintah menangani rancangan undang-undang (RUU) yang dijadwalkan untuk dibahas pada Rabu lalu. Akan tetapi pembahasan itu tertunda dan tidak jelas nasibnya.
Para demonstran terus menuntut penarikan penuh RUU tersebut dan mengecam cara cara polisi menangani aksi pelaku demo pada Rabu lalu. Saat itu lebih dari 70 orang terluka oleh peluru karet dan gas air mata.
Polisi mengatakan demonstrasi mencapai 338.000 pada puncaknya. Koordinator aksi demo dan polisi selalu mengeluarkan angka yang berbeda soal perkiraan peserta demo. Pendemo memperkirakan aksi protes sebelumnya melibatkan 1 juta orang, sedangkan polisi mengatakan 240.000 orang.
“Hari ini jauh lebih besar jumlah pendemo. Semakin banyak orang yang bergabung,” kata seorang pemrotes bernama Wong seperti diutip Reuters, Senin (17/6/2019).
Dia mengaku datang karena kecewa dengan apa yang dilakukan polisi Rabu lalu. “Permintaan maaf tidak cukup,” kata demonstran bernama Victor Li.
Aksi protes telah menjerumuskan Hong Kong ke dalam krisis politik sehingga memberikan tekanan pada pemerintahan Lam dan pendukung resminya di Beijing.