Kabar24.com, JAKARTA--Meksiko menolak konsesi imigrasi paling ekstrem yang diupayakan oleh Presiden AS Donald Trump melalui kesepakatan untuk menghindari ancaman tarif.
Akan tetapi, penolakan itu dinilai lebih lemah daripada posisi sebelumnya dalam menghadapi potensi tekanan baru dari Trump yang secara resmi memulai kampanye pemilihannya bulan ini.
Berdasarkan kesepakatan yang dicapai pada hari Jumat, Meksiko setuju untuk menggunakan sebagian besar pasukan Garda Nasional yang baru dibentuk untuk menahan imigran yang menyeberang dari Guatemala. Begitu juga untuk menampung kemungkinan puluhan ribu orang mencari suaka di Amerika Serikat setelah kasus mereka diproses secara hukum.
Dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Meksiko, Marcel Ebrard, para negosiator negara itu menolak permintaan inti Trump agar Meksiko dinyatakan sebagai negara ketiga yang aman. Dengan status itu, orang Amerika Tengah akan menyeberang ke Meksiko untuk mencari tempat yang aman di sana, bukan Amerika Serikat.
Tetapi kedua belah pihak sepakat tindakan lebih lanjut dapat diambil jika dalam waktu 90 hari langkah-langkah tersebut tidak memiliki hasil yang diinginkan, yakni secara drastis menurunkan jumlah migran ilegal yang mencapai perbatasan AS. Bulan lalu saja sebanyak 132.000 orang ditangkap oleh otoritas AS.
Mantan kepala Organisasi Perdagangan Dunia, Pascal Lamy menyebut pendekatan Trump untuk memaksa tetangga dan sekutunya "mengambil alih sandera" mengkhawatirkan pihak Meksiko. Pasalnya,presiden AS akan kembali megeluarkan ancaman yang lebih keras dengan konsesi yang lebih besar.
Ketakutan itu dipertajam karena Trump akan memanfaatkan isu Meksiko untuk kepentingan kampanyenya seperti yang dia lakukan pada 2015. Trump diduga akan tetap fokus pada masalah imigrasi dan lintas batas dalam kampanye untuk periode kedua masa jabatannya yang kampanyenya dimulai pada 18 Juni nanti.
"Kami pikir ancaman, tuntutan, dan kicauan Trump terhadap Meksiko akan terus berlanjut, terutama karena semuanya terkait dengan politik pemilu 2020," kata Gabriela Siller, seorang ekonom di bank Meksiko Banco Base seperti dikutip Reuters, Minggu (8/6).
Siller memperkirakan mata uang peso akan naik ketika pasar dibuka pada hari Senin, tetapi dia mengatakan uptick itu bisa berumur pendek.
Peso, yang telah terpukul dalam beberapa bulan terakhir di tengah kekhawatiran perang perdagangan, pada hari Jumat menguat 0,5% setelah Trump mentuit bahwa ada "peluang bagus" kesepakatan akan dicapai dengan Meksiko.
Vicente Fox, mantan presiden Meksiko mengkritik Presiden Andres Manuel Lopez Obrador, dimana dengan mengizinkan Amerika Serikat untuk menentukan langkah Meksiko menggunakan pasukan keamanannya, pemerintah telah menyerahkan sebagian dari kedaulatannya.
Sentimen itu digaungkan oleh politisi kiri-tengah Angel Avila, di seberang lorong politik dari Fox, yang menyebut kesepakatan itu "penyerahan diri."
"Meksiko seharusnya tidak melakukan militerisasi perbatasan selatannya," kata Avila, yang mengepalai Partai Revolusi Demokrat.
Lopez Obrador dinilai tidak punya banyak pilihan selain memberikan keputusan dalam negosiasi, karena tarif terancam akan menyebabkan kehancuran ekonomi di Meksiko, yang ekonominya berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini.
Francisco Labastida, mantan kandidat presiden, mengatakan skala krisis imigrasi saat ini adalah ancaman bagi Meksiko sendiri, dan perlu dilakukan tindakan.
"Meksiko harus mengubah kebijakan migrasi karena keamanan nasional," katanya.
Carlos Pascual, mantan duta besar AS untuk Meksiko, memuji kesepakatan, tetapi mengakui hal itu membuat Meksiko membuka tekanan lebih lanjut.
"Meksiko lemah secara ekonomi dan selalu akan rentan jika Amerika Serikat bersedia menggunakan kebijakan ekonomi untuk menegakkan kebijakan keamanan nasional," katanya.
"Tidak ada keraguan bahwa ini meninggalkan pedang Damocles yang tergantung di atas kepala Lopez Obrador," katanya.