Bisnis.com, BANDUNG—Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat melakukan revitalisasi sejumlah kebijakan terkait tenaga kerja hingga pengupahan untuk menurunkan angka pengangguran.
Kepala Disnakertrans Jabar Mochamad Ade Afriandi mengatakan saat ini sudah ada enam action plan yang sedang dikerjakan. Keenam action plan ini juga merupakan jawaban atas rilis BPS terkait data pengangguran di Jawa Barat yang tertinggi se Indonesia.
"Artinya, kami sudah merancang program agar angka pengangguran bisa diturunkan,” katanya di Bandung, Senin (13/5).
Ade merinci, langkah pertama yakni melakukan percepatan pengupahan yang mengarah pada reformasi pengupahan. Kedua, mendorong penguatan komunikasi, koordinasi dan kolaborasi antara pengawasan dengan hubungan industrial.
“Ketiga, revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) guna memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, baik lokal, regional maupun internasional,” tuturnya.
Keempat, pihaknya berencana melakukan optimalisasi mobile training unit di desa-desa agar calon tenaga kerja yang ada di desa tidak lari ke kota. Kelima, membuat sistem informasi navigasi migran service center.
Baca Juga
Keenam, membuat konsep democration of labour yang sudah dicoba pada saat May Day 2019 dengan mengadakan May Day menjadi ajang kreativitas buruh tanpa mengurangi apa yang menjadi tuntutan buruh.
Untuk percepatan reformasi pengupahan, Disnakertrans tengah membentuk satuan tugas (task force) yang terdiri dari para profesional dan lembaga yang kompeten.
“Task force ini supaya kita terdorong untuk meng-hire mindset kami. Kami tidak berbicara jabatan, ketokohan atau apa, tapi kita berbicara soal profesionalitas,” jelasnya.
Kemudian, terkait hubungan industrial dan pengawasan, Disnanertrans dalam detail action plan-nya akan merevitalisasi lima unit pelaksana tugas dinas (UPTD) di Jabar.
Revitalisasi ini bertujuan, agara para pelaksana lapangan memiliki wawasan regional dan global.“Internasional Labour Organization masuk ke dalam task force untuk memberikan pelatihan kepada tenaga pengawas dan mediator yang ada di 5 UPTD,” paparnya.
Tidak hanya UPTD, BLK yang ada di Disnakertrans provinsi pun akan direvitalisasi.
Pasalnya, evaluasi internal merekomendasikan kesepahaman bersama antara unit-unit kerja yang ada di Diskanertrans, baik provinsi maupun kabupaten/kota di bidang pelatihan, hubungan industrial, produktivitas, penempatan tenaga kerja, dan pengawasan.
“Kurang koordinatif dari hasil evaluasi kemarin. Sehingga, antara kebutuhan tenaga kerja dengan angkatan kerja yang ada tidak sesuai. Maka, muncullah angka pengangguran terbesar dari lulusan SMA/SMK yakni menyumbang 16%,” katanya.
Sementara, untuk mobile training unit, intinya calon tenaga kerja di desa mengisi kebutuhan yang dipersiapkan untuk bekerja di Bumdes.
Sedangkan, sistem informasi migran service center digunakan sebagai navigasi pihaknya untuk melacak trek para tenaga kerja Jawa Barat yang bekerja di luar negeri, sehingga ada back up data yang memudahkan kebijakan.
Dengan sejumlah kebijakan ini pighaknya menargetkan angka pengangguran di Jawa Barat menyentuh 7% dari jumlah angkatan kerja di Jabar pada 2023.
Saat ini, di Jabar angka pengangguran terbuka mencapai 8 % lebih atau 1,85 juta jiwa. “Upaya tersebut akan dimulai pada tahun 2019 ini dengan penurunan di angka 7,9% dari jumlah angkatan kerja di Jabar yang mencapai 22,63 juta jiwa,” tuturnya.
Sekda Jabar Iwa Karniwa mengaku meningkatnya jumlah angkatan kerja di Jabar berpengaruh pada lonjakan jumlah pengangguran saat ini meningkat menjadi 1,85 juta orang pada akhir 2018 lalu.
“Tren ketenagakerjaan di Jawa Barat selama empat tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja maupun penduduk yang bekerja cenderung terus naik,” ujarnya.
Pihaknya mencatat pada 2018 angkatan kerja di Jabar sebanyak 22,63 juta dan penduduk yang bekerja menjadi 20,78 juta. Hal ini menimbulkan persoalan ketenagakerjaan karena ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja.