Kabar24.com, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetepkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka dugaan suap proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1.
Hal ini mengingat nama Sofyan Basir kerap disebut-sebut dalam persidangan terdakwa korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 baik mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Saragih maupun mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan bahwa penanganan perkara ini diharapkan dapat mengungkap dengan lebih jelas dugaan adanya mafia pada sektor energi dan pertambangan batu bara, sekaligus memutus rantai mafia tersebut.
"ICW mendorong KPK untuk mengungkap secara tuntas keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara korupsi PLTU Riau-1," katanya, Rabu (24/3/2019).
Melalui perkara ini, lanjut Adnan, KPK juga perlu memantau dan menelusuri lebih jauh kerja sama dan pengadaan pembangkit listrik lainnya mulai dari program fast track 10.000 MW tahap satu sampai 35.000 MW saat ini.
Namun demikian, ICW tetap meminta agar KPK lebih waspada terhadap potensi serangan balik seperti adanya intimidasi, kriminalisasi, atau bentuk ancaman lainnya terhadap upaya pengungkapan perkara korupsi ini.
Terlepas dari itu, ICW juga tetap mendorong Presiden Joko Widodo turut serta mendukung kerja pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan KPK pada perkara ini sebagai bagian dari upaya pembersihan BUMN.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengaku akan mencermati lebih jauh soal keterlibatan pihak lain termasuk direksi PLN dalam kasus ini.
"Nanti kita lihat di jajaran direksi seperti apa mereka berperan," ujar Saut, Selasa (23/4/2019).
Dengan begitu, KPK nantinya bisa menyimpulkan apakah ada pihak lain yang turut serta bersama-sama Sofyan Basir dengan peran yang dimainkan seperti apa, perintah siapa, otoritas dan fungsinya bagaimana di direksi tersebut.
"Setiap orang punya fungsi, ketika dia punya fungsi, fungsi itu dijalankan nggak. Fungsinya menyimpang nggak," kata Saut.
Dalam kontruksi perkara ini, KPK menduga ada perintah dari Sofyan Basir kepada salah satu direktur PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN dan Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC.
Tak hanya itu, Sofyan juga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johanes Budisutrisno Kotjo.
Sofyan juga meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, KPK menduga Sofyan Basir mendapat jatah fee yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham.
Eni yang telah menjadi terpidana dengan masa hukuman 6 tahun penjara sebelumnya terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar. Sedangkan Idrus yang telah divonis 3 tahun penjara terbukti menerima suap senilai Rp2,25 miliar.
"SFB [Sofyan Basir] diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," kata Saut.
Atas perbuatannya, Sofyan Basir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP junctoPasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 12 UU Tipikor mengatur tentang gratifikasi dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara.