Bisnis.com, SEOUL - Pengadilan Korea Selatan membuat keputusan bersejarah pada Kamis dengan menjungkirbalikkan larangan aborsi, yang sudah berlaku selama 65 tahun, dengan mengatakan bahwa hukum yang berlaku saat ini membatasi hak-hak perempuan.
Pengadilan menyatakan bahwa larangan aborsi, termasuk tindakan yang membuat para dokter pelaksana aborsi serta kaum perempuan yang menyetujuinya dapat dikenakan tuntutan kejahatan, kini tidak lagi diatur undang-undang.
Hukum, yang memidana perempuan pelaku aborsi atas kehendak sendiri, akan melanggar kepentingan pencapaian tujuan perundang-undangan serta membatasi para perempuan yang mengandung untuk membuat keputusan sendiri, menurut pengadilan.
Tujuh dari sembilan hakim menyetujui peraturan hukum tersebut sementara dua lainnya berbeda pendapat.
Pada 2012, hukum tersebut melewati tantangan ketika hakim pengadilan berbeda pendapat dengan suara empat lawan empat dan satu kursi tidak terisi.
Hasil penelitian oleh lembaga jajak pendapat Realmeter pekan lalu menunjukkan bahwa lebih dari 58 persen responden Korea Selatan memilih penghapusan larangan sedangkan 30 persen ingin mempertahankannya.
"Saya yakin peraturan ini membebaskan kaum perempuan dari belenggu yang mencekik mereka," kata Kim Su-jung, pengacara yang mewakili seorang penggugat, yaitu seorang dokter yang didakwa melakukan 69 aborsi secara ilegal.
Keputusan pengadilan itu mencerminkan kecenderungan terhadap larangan aborsi, dengan jumlah kasus hukum pelanggaran aborsi yang turun dalam tahun tahun belakangan.
Hanya delapan kasus baru aborsi gelap yang dihukum pada 2017. Angka itu turun dari 24 kasus pada 2016, menurut data kehakiman Korea Selatan. Dari 14 kasus aborsi yang disidangkan di pengadilan negeri pada 2017, 10 ditangguhkan karena tidak terbukti sebagai kejahatan dalam waktu tertentu.
Kasus aborsi di Korea Selatan telah menurun. Jumlah praktik pengguguran kandungan di antara kaum perempuan berumur antara 15 hingga 44 tahun pada 2017 tercatat 49.764 kali, yang merupakan penurunan dari 342.433 pada 2005 dan 168.738 pada 2010 sehubungan dengan peningkatan pemakaian alat kontrasepsi dan penurunan jumlah perempuan pada rentang usia tersebut.
Korsel memberlakukan larangan aborsi pada 1953, pada saat hukum pidana pertama kali diterapkan setelah perang Korea 1950-1953 dan sejak itu tidak pernah diubah.
Menurut hukum tersebut, perempuan yang menggugurkan kandungan dapat dihukum penjara satu tahun atau kurang serta membayar denda dua juta won atau sekitar Rp24,8 juta.
Hukum tersebut juga mengatur tenaga medis, termasuk dokter, yang terlibat dalam aborsi atas permintaan perempuan dapat dihukum penjara hingga dua tahun dan izin kerja dicabut hingga tujuh tahun.
Ada perkecualian yang mengizinkan aborsi dalam 24 pekan sejak kehamilan karena alasan kesehatan, seperti penyakit keturunan atau kehamilan yang membahayakan bagi kesehatan ibu dan kehamilan akibat perkosaan.
Dalam seluruh kasus itu, para perempuan harus mendapat izin dari pasangannya untuk melakukan tindakan, demikian menurut peraturan hukum.