Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah peta jalan (roadmap) perekonomian Indonesia periode 2019-2024 tengah dirancang Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Dalam peta jalan itu termaktub masukan dari para pengusaha untuk kebijakan ekonomi pemerintah hasil pemilu 2019.
Peta jalan tersebut hingga kini masih disusun. Rencananya, Agustus mendatang peta jalan perekonomian dari Apindo selesai dan diberikan kepada pemerintah.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta W Khamdani mengatakan, ada sejumlah isu sektoral dan lintas sektoral prioritas yang termuat di peta jalan tersebut. Isu sektoral prioritas yang harus diperhatikan pemerintah dalam lima tahun ke depan ada di bidang industri pengolahan dan manufaktur, pariwisata, pangan dan pertanian, energi, serta UMKM.
"Lintas sektoral juga ada seperti perbankan, pembiayaan, perpajakan, regulasi dan birokrasi dunia usaha," kata Shinta di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Salah satu masalah yang Apindo harap dapat dijawab pemerintah hasil pemilu 2019 di bidang perekonomian adalah persoalan ketenagakerjaan. Menurut Shinta, persoalan dalam aspek ketenagakerjaan di Indonesia masih banyak, seperti kurangnya kualitas SDM, minimnya produktivitas, dan belum terbangunnya link and match yang bagus antara sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Apindo menganggap pelatihan ulang tenaga kerja harus intensif dilakukan, apalagi di tengah berlangsungnya revolusi industri 4.0. Kemajuan teknologi informasi membuat tergantinya sejumlah pekerjaan lama dengan yang baru, dan hal itu harus diimbangi dengan kesesuaian skill tenaga kerja di Indonesia.
"Masa depan pekerjaan sudah berubah. Jadi menjadi pertimbangan kita terkait masa depan pekerjaan nanti apa yang bisa dilakukan. Link and match itu harus clear, pendidikan seperti apa, yang bisa diambil industri seperti apa," katanya.
Menurut Shinta, jika kualitas SDM di Indonesia meningkat, maka daya saing negara juga dengan sendirinya terdongkrak.
Indonesia saat ini berada di posisi 45 dalam indeks daya saing global (The Global Competitiveness Report) terkini yang diterbitkan World Economic Forum. Pada kawasan Asia Tenggara, daya saing Indonesia berada di posisi keempat di bawah Singapura (peringkat 2 dunia), Malaysia (25), dan Thailand (38).
Asosiasi ini juga menyoroti pentingnya formulasi upah minimum dilakukan pemerintah secara lebih efektif ke depannya. Menurut Shinta, kesejahteraan tenaga kerja tetap perlu dikedepankan dalam menyusun upah minimum. Akan tetapi, harus ada keadilan yang juga diperhatikan agar dunia bisnis di Indonesia tetap berkembang ke arah positif.
Fundamental Ekonomi Lemah
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Anthony Budiawan mengatakan peta jalan yang dibuat Apindo sudah tepat. Menurutnya, peningkatan daya saing dengan cara memperbaiki kualitas SDM merupakan kebutuhan saat ini.
Selain mengamini peta jalan Apindo, Anthony juga menyoroti lemahnya fundamental ekonomi Indonesia. Pandangan itu dia kemukakan setelah melihat defisit neraca transaksi berjalan Indonesia beberapa tahun terakhir.
Pada 2018, defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai US$31 miliar atau sekitar 2,98 persen terhadap PDB. Angka itu termasuk besar jika dibandingkan dengan hal serupa di Filipina (2,4 persen dari PDB). Bahkan, beberapa negara di Asean mengalami surplus transaksi berjalan pada 2018 seperti Vietnam, Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Setahun sebelumnya, defisit transaksi berjalan sebesar US$17,3 miliar atau 1,7 persen dari PDB. Kemudian, pada 2016 defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar US$17 miliar atau 1,82 persen dari PDB.
"Paket kebijakan ekonomi 2015-2019 masih belum berdampak positif terhadap ekonomi dan fundamental ekonomi kita makin lemah. Fundamental ekonomi itu apa? Kami terjemahannya kalau fundamental kuat maka neraca transaksi berjalan kuat. Kalau neraca berjalan defisit berarti ada masalah pada fundamental ekonomi," tutur Anthony.
Menurut BPN, defisit transaksi berjalan yang terus terjadi beberapa tahun ini menandakan adanya masalah di dalam pembangunan industri dalam negeri. Dia menyebut persentase defisit tahun lalu yang mencapai 2,98 persen sudah mendekati angka rawan.
Anthony menyoroti tingginya angka pembayaran pendapatan primer dari investasi asing yang menyebabkan terjadinya defisit neraca berjalan Indonesia. Pembayaran pendapatan primer investasi asing adalah pemberian keuntungan, dividen, interest dan sebagainya terhadap investasi yang berasal dari luar negeri.
"Ini yang buat kita punya defisit semakin besar. Semakin kita encourage investasi PMA, maka ini [defisit transaksi berjalan] semakin besar," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Anthony juga menyampaikan pendapatnya ihwal pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen yang tak cukup untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya "seolah-olah" tinggi. Sebab, jika dibandingkan dengan tingkat permintaan dalam negeri yang mencapai 4,4 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap belum berdampak positif bagi masyarakat.
"Kalau dilihat dari demand size itu hanya 4,4 persen. Dimana selisih 0,77persen Itu? Masuk inventory. Apakah ini juga cerminan inflasi rendah karena demand lebih rendah dari supply?" tuturnya.
Terakhir, BPN menyinggung PDB per kapita Indonesia yang berada di angka US$3.871 pada 2018. Menurut BPN, angka itu masih jauh untuk membawa negara ini masuk kategori berpenghasilan tinggi.
Anthony berharap pemerintah ke depan bisa menjawab persoalan itu dan menggenjot PDB per kapita Indonesia agar tumbuh tinggi.
Investasi Asing dan Komitmen Bangun Ekonomi
Tanggapan atas peta jalan Apindo juga disampaikan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin. Jubir TKN Arif Budimanta mengatakan, peta jalan Apindo merupakan bagian tak terpisahkan dalam pengembangan kurikulum atau penyiapan SDM di Indonesia.
Arif yakin arah pembangunan Indonesia sudah jelas yakni mengedepankan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Karena itu, pemerintah, disebutnya sudah gencar melakukan peningkatan akses pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja.
"Contoh, kalau industri 4.0 basisnya adalah automasi. Maka matematika harus jadi salah satu kata kunci yang harus dikuasai [tenaga kerja] karena terkait pemrograman," kata Arif.
Program Indonesia Kerja yang menjadi andalan Jokowi dan JK disebutnya menjadi salah satu instrumen untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Arif menyebut perbaikan kualitas SDM sudah berjalan karena terjadinya pelatihan dan pendidikan yang mumpuni bagi tenaga kerja Indonesia selama 4 tahun terakhir.
Kedepannya, program Indonesia Kerja dijanjikan tetap berjalan. Salah satu wujud akan dijalankannya program itu adalah keberadaan janji Jokowi untuk memberikan Kartu Prakerja jika memang pemilu 2019.
"Itu kan sama kaya magang yang dilakukan SMK atau sekolah-sekolah universitas. Ini di-skilling up, kerja sama dengan industri dibuat lebih terarah. Kedua, ada kartu kuliah yakni pengembangan KIP. Ini diberikan ke golongan tak mampu," tuturnya.
Arif menyebut pemerintahan Jokowi sudah memperkokoh fondasi ekonomi Indonesia. Salah satu buktinya adalah gencarnya pembangunan infrastruktur selama 4 tahun terakhir Jokowi menjadi presiden.
Penjelasan soal posisi investasi asing juga dijelaskan Arif. Menurutnya, penanaman modal asing penting untuk mendorong daya saing Indonesia.
Dia menyebut ada 3 faktor utama yang harus jadi pertimbangan untuk meningkatkan daya saing. Pertama, investasi dari dalam atau luar negeri untuk mendatangkan devisa di jangka menengah dan panjang. Kedua, penciptaan lapangan kerja yang banyak. Ketiga, pelibatan usaha kecil dan menengah.
"Yang diupayakan ke depan agar investasi diarahkan untuk menghasilkan devisa dan bergerak di bidang substitusi impor," ujar Arif.
Arif juga menyebut Jokowi-Ma'ruf akan berkomitmen memperbaiki aspek regulasi untuk mendorong pertumbuhan investasi dan industri dalam negeri. Sistem perizinan berusaha terintegrasi atau online single submission (OSS) yang diluncurkan Juli 2018 lalu disebutnya akan dimaksimalkan.