Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan pentingnya perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di luar negeri, terutama yang bekerja di sektor kelautan Korea Selatan. Hal ini diungkapkan Retno kala menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha di Jakarta pada Senin (8/4/2019).
"Saya menekankan kembali pentingnya perlindungan bagi PMI di Korea Selatan. Saat ini terdapat sekitar 36 ribu warga Indonesia yang bekerja di sana," ungkap Retno dalam pernyataan pers di Jakarta usai melakukan Sidang Komisi Bersama (JCM) dengan Kang dan delegasi.
Sampai Februari 2019, terdapat sekitar 42 ribu warga Indonesia yang menetap di Korea Selatan. Kebanyakan dari mereka bekerja atau tengah menuntut ilmu di Negeri Ginseng.
"Saya harap Indonesia dan Korea Selatan dapat menyelesaikan negosiasi kerangka nota kesepahaman mengenai Employment Permit System (EPS). Saya meminta perhatian khusus diberikan pada pekerja Indonesia di sektor kelautan yang tidak masuk dalam skema EPS," ungkap Retno.
EPS merupakan sistem yang memungkinkan perusahaan Korea Selatan yang kesulitan mendapatkan pekerja lokal untuk mempekerjakan pekerja migran secara legal lewat pemerintah. Di bawah sistem ini, pekerja migran dari sektor manufaktur, konstruksi, kelautan dan perikanan akan dijamin dan dilindungi oleh peraturan ketenagakerjaan sebagaimana pekerja lokal.
Selain Indonesia, Korea Selatan tercatat telah menjalin kerja sama implementasi sistem ini dengan negara-negara lainnya seperti Vietnam, Myanmar, Filipina, Thailand, Timor Leste, Kamboja, Mongolia, China, Srilanka, Nepal, Bangladesh, Pakistan, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan.
Menanggapi permintaan Menlu Retno, Kang dalam paparannya mengungkapkan bahwa pemerintah Korea Selatan terus bekerja keras untuk menjamin hak dan kesejahteraan bagi para pekerja tersebut, termasuk yang pekerjaannya tak tercantum dalam skema EPS.
"Pemerintah negara saya bekerja dengan keras untuk menjamin pemenuhan hak, kesejahteraan, dan keamanan bagi para pekerja ini, baik yang mendapat keuntungan melalui skema EPA maupun yang tidak, yakni yang bekerja di penangkapan ikan laut lepas," ungkap Kang.