Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diskriminasi Agama Bantul, Sultan HB X Keluarkan Instruksi Berisi 8 Poin

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan instruksi tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial setelah munculnya diskriminasi agama yang terjadi Dusun Karet, Pleret, Bantul.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri) dan Sri Paduka Paku Alam X (kanan) mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/10)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri) dan Sri Paduka Paku Alam X (kanan) mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/10)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan instruksi tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial setelah munculnya diskriminasi agama yang terjadi Dusun Karet, Pleret, Bantul.

Sekda DIY Gatot Saptadi menyatakan peristiwa tersebut sangat disesalkan oleh pemerintah karena Yogyakarta dicap sebagai daerah intoleran.

“Gara-gara nila setitik itu, Yogya langsung dicap intoleran oleh masyarakat luas, kami menyesalkan sekali aturan seperti itu bisa muncul,” ujarnya saat konferensi pers, Jumat (4/4/2019).

Dari kejadian di Dusun Karet itu, Gatot menuturkan bahwa pemerintah DIY kini mulai getol menelusuri aturan-aturan diskriminatif lain sejenis jikalau juga ada di wilayah lain.

“Aturan seperti ini [diskriminasi agama] jelas illegal, ini jelas salah, kami akan telusuri ada tidak aturan sejenis ini di tempat lain,” ujar Gatot.

Gatot menuturkan, Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X tak mau peristiwa Dusun Karet Bantul itu terulang.

Sultan, ujar Gatot, langsung membuat instruksi gubernur nomor 1/instr/2019 tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial yang mulai diberlakukan 4 April 2019 yang ditujukan kepada para bupati dan walikota se-DIY.

Lewat instruksi gubernur itu, Sultan HB X meminta para bupati/walikota menjalankan delapan poin ketentuan.

Pertama, melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangka mewujudkan kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan keyakinannya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan dan bertempat tinggal.

Kedua, melakukan upaya pencegahan praktik diskriminasi dan menjunjung tinggi sikap saling menghormati serta menjaga kerukunan hidup beragama dan aliran kepercayaan.

Ketiga, melakukan upaya pencegahan dengan merespon secara cepat dan tepat semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi konflik sosial, guna mencegah lebih dini tindak kekerasan.

Keempat, meningkatkan efektivitas pencegahan potensi intoleran dan atau potensi konflik sosial secara terpadu sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundangan.

Kelima, mengambil langkah cepat, tepat, tegas, dan proporsional berdasarkan peraturan perundangan untuk menghormati nilai hak-hak asasi manusia untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat intoleran dan atau potensi konflik sosial.

Keenam, menyelesaikan berbagai permasalahan yang disebabkan oleh suku, agama, ras, antar golongan (SARA) dan politik yang timbul dalam masyarakat dengan menguraikan dan menuntaskan akar masalahnya.

Ketujuh, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan konflik sosial sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur DI Yogyakarta nomor 107 tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Sosial kepada organisasi perangkat daerah, kepala desa, sampai dengan masyarakat di lingkungan kabupaten/kota.

Ke delapan, segala bentuk keputusan atau kebijakan agar disesuaikan dengan instruksi gubernur ini.

Munculnya aturan diskriminatif di Dusun Karet, Desa Pleret, Kabupaten Bantul dibuat oleh para tokoh masyarakat dengan membuat kesepakatan sejak 2015 yang intinya melarang warga non muslim dan aliran kepercayaan tinggal di kampungnya meski hanya sebatas mengontrak.

Hal ini terungkap setelah seorang pelukis yang beragama Katolik mengontrak di Dusun itu. Belakangan ia diminta pindah karena berbeda agama.

Setelah ramai pihak mengecamnya, termasuk pemerintah daerah, para tokoh dusun itu baru mengaku khilaf dan akhirnya mencabut aturan itu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Akhirul Anwar
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper