Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perangkat Stimulus ECB Dinilai Justru Menciptakan Masalah

Bank Sentral Eropa (ECB) mendekati titik di mana mereka perlu memutuskan apakah suku bunga negatif justru menimbulkan masalah ketimbang menjadi solusi.
Kanptr pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman/Reuters-Alex Domanski
Kanptr pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman/Reuters-Alex Domanski

Bisnis.com, JAKARTA --  Bank Sentral Eropa (ECB) mendekati titik di mana mereka perlu memutuskan apakah suku bunga negatif justru menimbulkan masalah ketimbang menjadi solusi.

Suku bunga simpanan (deposit rate) ECB, yang kini menjadi tolok ukur utama, saat ini sebesar -0,4% sementara suku bunga refinancing (main refinancing rate) sebesar 0%.

Sejak para pejabat bank sentral kembali berencana untuk memperketat kebijakan, peringatan dari pasar terus muncul yang menyebutkan bahwa instrumen yang digunakan untuk memicu pertumbuhan di blok 19 negara tersebut sudah kehilangan potensinya.

Gubernur Bank Sentral Perancis, Francois Villeroy de Galhau, paling keras menyuarakan kekhawatiran terhadap suku bunga di bawah nol.

"Jika kondisi ini [tingkat suku bunga sub-zero] dipertahankan maka efek stimulus ECB tidak akan mencapai dampak karena justru merusak profitabilitas bank," ujar de Galhau seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (18/3/2019).

Argumen sejenis sudah menjadi biasa bagi Eropa.

Dengan kondisi serupa, bank-bank di Jepang tengah mendesak bank sentral untuk memperhatikan dengan seksama bahwa tingkat suku bunga negatif tidak memberikan efek samping apapun.

Pada saat yang sama, meskipun tidak pernah menggunakan kebijakan tingkat suku bunga negatif, The Fed mengatakan pendekatan tersebut dapat mencederai sistem finansial Amerika Serikat.

Di mata Gubernur ECB Mario Draghi, tingkat suku bunga di bawah nol dinilai cukup berhasil, ini akan menjadi alasan yang cukup untuk membuktikan apakah langkah mitigasi mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa instrumen ini dapat dipertahankan.

Para akademisi turut mengeluarkan konsep akademis yang menggambarkan bagaimana pada suatu saat biaya pinjaman yang rendah justru akan merugikan daripada membantu ekonomi.

Menurut Markus Brunnermeier, seorang profesor ekonomi di Princeton yang memelopori gagasan reversal rate, zona euro kemungkinan sudah memasuki kondisi dimana suku bunga rendah sudah tidak lagi relevan.

"Menetapkan tingkat suku bunga negatif bukan pilihan yang buruk bagi ECB, namun mereka harus tahu berapa lama suku bunga akan dijaga tetap rendah karena reversal rate cenderung bergerak naik dan mungkin diperlukan langkah-langkah untuk memperlambat pertumbuhannya," kata Brunnermeier.

Sejak ECB memangkas suku bunga simpanan di bawah nol pada Juni 2014, bank harus membayar untuk memarkir uang di bank sentral.

Sementara itu meningkatnya jumlah likuiditas dalam sistem keuangan sebagai dampak dari pembelian aset skala besar dan pinjaman jangka panjang meningkatkan beban biaya operasional bank.

Di tengah upaya para pemberi pinjaman untuk menagih biaya pinjaman kepada klien mereka, margin keuntungan sudah lebih dulu tergerus untuk menutup beban.

Menurut ekonom senior Bloomberg untuk zona euro, David Powell, dewan pejabat bank sentral tampaknya tidak terlalu khawatir tentang dampak kebijakan suku bunga negatif terhadap bank komersial.

"Bagaimanapun, masalah harus segera diselesaikan. Kami berharap ECB akan mulai menaikkan suku bunga deposito pada bulan Maret 2020 dan hingga mencapai posisi nol pada bulan September," kata Powell.

Ekonom Deutsche Bank AG, David Folkerts-Landau memperkirakan pemberi pinjaman di zona euro mengalami kerugian sekitar 8 miliar euro atau sebesar US$9 miliar per tahun akibat kebijakan tersebut.

S&P Global Ratings telah memperingatkan bahwa penundaan kenaikan suku bunga akan membebani secara negatif pada peringkat kredit bank dan memaksa mereka untuk mencari pengurangan biaya tambahan.

Sejauh ini upaya dari ECB untuk meredam dampak kerugian bank dengan menawarkan untuk membayar beban pinjaman yang disalurkan kepada nasabah perusahaan dan rumah tangga. 

Sejumlah pinjaman baru yang akan diluncurkan pada bulan September mungkin akan kurang menarik, apalagi jumlah likuiditas sudah terlalu berlebihan.

Bagi Peter Chatwell, kepala strategi suku bunga Eropa di Mizuho International, London, profitabilitas bank akan dirugikan untuk jangka waktu yang lebih lama.

Untuk memberikan bantuan bagi bank komersial, para pembuat kebijakan dapat memulai kembali pembelian obligasi atau memperpanjang jatuh tempo aset yang sudah ada di neraca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper