Bisnis.com, JAKARTA — Terciduknya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy alias Rommy terkait kasus korupsi jual beli jabatan di Kementerian Agama jelang Pilpres 2019, mengingatkan kita pada Suryadharma Ali, Ketum PPP sebelumnya.
Suryadharma yang ketika itu sekaligus menjabat sebagai Menteri Agama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga terjerat kasus jelang Pilpres 2014, terkait korupsi penyelenggaraan dana haji.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai walaupun sama-sama terciduk jelang Pilpres, ada beberapa perbedaan peristiwa dan efek yang ditimbulkan keduanya.
"Hanya kebetulan saja kejadiannya sama-sama menjelang Pilpres. Suryadharma Ali [SDA] kan tidak kena Operasi Tangkap Tangan [OTT], tapi Romy kena OTT," ungkap Ujang kepada Bisnis, Minggu (17/3/2019).
"Juga waktu itu, SDA dengan PPP-nya mendukung Prabowo-Hatta Rajasa. Sedangkan saat ini, Romy dan PPP-nya mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin yang incumbent," tambah Ujang.
Selain itu, Ujang menjelaskan efek elektoral terhadap PPP akan menjadi perbedaan terbesar di antara kedua kasus yang menjerat ketumnya tersebut.
Ketika Suryadharma terjerat kasus, Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 telah selesai digelar. Sehingga, PPP masih bisa lolos ke Senayan dengan suara lumayan, yaitu 6,53% suara nasional.
Kini, efek ditangkapnya Rommy sebelum Pemilu Serentak terselenggara, membuat Ujang sangsi PPP mampu bersaing untuk lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Terlebih, beberapa survei yang telah dirilis hanya menempatkan elektabilitas PPP di kisaran ambang batas 4% suara nasional.
"Zaman SDA, PPP masih bisa lolos parliamentary threshold, di zaman Rommy ini terancam tidal lolos PT 4%. Dampaknya memang saja sama. Bisa menurunkan elektabilitas PPP," ungkap Ujang.
Di samping itu, pengajar di Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengamini klaim pihak TKN Jokowi-Ma'ruf bahwa penangkapan Rommy tidak akan terlalu berpengaruh terhadap elektabilitas capres-cawapres yang diusung.
"Tidak akan berpengaruh besar terhadap kubu 01. Namun berpengaruh besar besar terhadap elektabilitas PPP. Karena kasus tersebut sifatnya personal. Dan kubu 01 juga bisa berargumen bahwa dengan tertangkapnya Romy berarti penegakan hukum jalan dan tidak pandang bulu. Walaupun mengenai ketum partai koalisinya sendiri," jelas Ujang.
Sebab itulah, Ujang menilai soliditas kader merupakan kunci satu-satunya untuk menyelamatkan elektabilitas PPP di kisaran waktu satu bulan sebelum Pemilu Serentak 17 April 2019 digelar.
"Sebagai partai Islam tertua dan memiliki sejarah yang panjang dalam perpolitikan di Indonesia, rasa kebanggaan terhadap partai harus ditumbuhkan. Lalu bergerak dengan kerja keras menyapa rakyat, agar rakyat tetap setia pada PPP," ujar Ujang.
"Jika semua kadernya bergerak untuk menyakinkan masyarakat bahwa kasus Rommy adalah kasus personal dan tidak ada hubungannya dengan PPP sebagai institusi, maka bisa saja PPP lolos ke Senayan lagi," tegas Ujang.