Kabar24.com,JAKARTA — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mendorong DPR dan Pemerintah segera mengesahkan amendemen UU tentang persaingan usaha.
Dalam materi bahtsul ma sail Komisi Qonuniyah Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama di Banjar, Jawa Barat yang diperoleh Senin (4/2/2019), organisasi tersebut menyetujui rencana perbaikan perangkat hukum yang mengatur tentang persaingan usaha karena UU No.5/1999 yang berlaku saat ini danggap tidak memadai.
PBNU menyetujui rencana revisi yang meliputi penguatan kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar lebih optimal dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. KPPU juga mesti memiliki kewenangan yang luas termasuk memiliki penyelidik, penyidik, serta penuntut perkara.
Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu juga mendukung penerapan besaran denda hukuman bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran monopoli dan persaingan tidak sehat sebesar 30% dari omzet selama melakukan pelanggaran dan dalam kondisi tertentu merekomendasikan pencabutan izin usaha.
“Perlu perbaikan mengenai substansi, struktur pasal-pasal, dan redaksi muatan-muatan baru yang diperlukan agar kepentingan umum dapat dikedepankan guna mencapai efisiensi kemakmuran rakyat,” tulis PBNU dalam rekomendasinya.
Secara keseluruhan, ada sembilan rekomendasi yang disampaikan oleh PBNU terkait dengan amandemen regulasi ini termasuk mendesak DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan amandemen UU tentang persaingan usaha, termasuk menyatakan bahwa tindakan KPPU yang ingin memberantas praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sesuai dengan dalil-dalil dalam Alquran serta hadist.
Komisioner KPPU Afif Hasbullah mengapresiasi rekomendasi yang disampaikan oleh PBNU terkait dengan amandemen aturan yang menjadi fondasi komisi tersebut. Dia meyakini, berbagai rekomendasi tersebut juga telah disampaikan ke mitra PBNU untuk ditindaklanjuti.
“Kita berterima kasih kepada NU sebagai lembaga yang berpengaruh dan melihat pengesahan amandemen ini penting dilakukan untuk kebaikan bersama. Hasil dari musyawarah nasional ini pasti akan disampaikan ke tiap mitra terkait yang kelola negara ini di eksekutif, legislatif dan kementerian serta lembaga terkait sehingga kami harap akan disambut dengan baik oleh Presiden dan DPR untuk sama-sama segera menyelesaikan permohonan ini,” paparnya.
Informasi yang dihimpun, pembahasan amandemen UU ini sudah memasuki tahap sinkronisasi akhir. Akan tetapi, diduga terjadi tarik-menarik kepentingan khususnya dari pihak organisasi pelaku usaha yang menyebabkan pengesahan RUU ini berjalan di tempat.
Setidaknya ada 5 isu krusial terkait amandemen regulasi ini yakni penguatan kelembagaan KPPU sehingga sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggeser regim merger dari post merger yang membebani pelaku usaha menjadi premerger notification yang sejalan praktik internasional terbaik.
Terkait dengan persoalan merger ini, berdasarkan penelitian yang disampikan pada World Economic Forum, siklus hidup sebuah perusahaan hanya mencapai 13 tahun. Setelah itu, pelaku usaha akan melakukan merger atau akuisisi dan konsolidasi. Sebelumnya siklus hidup perusahaan bisa mencapai 100 tahun. Merger semakin dimanis seiring platform ekonomi digital.
Isu lainnya adalah perubahan formula denda persaingan menjadi setinggi-tingginya 30% dari penjualan barang di mana pelaku usaha melakukan pelanggaran dan mengadopsi program liniensi atau whistleblower, atau justice collabolator dengan memberi keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang kooperatif selama periode pemeriksaan.
Terakhir, amandemen itu bisa memberikan perluasan kewenangan KPPU sehingga menjangkau pelaku usaha di negara lain tetapi memiliki kegiatan bisnis di Indonesia.