Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terjadi kemunduran dari sisi regulasi pengadaan obat untuk pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Syahdu Winda, dari Bagian Penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa sebelum program JKN diselenggarakan pada 2014, porsi belanja obat dari total pelayanan kesehatan mencapai 40%. Tapi porsi itu berkurang hingga kisaran 25% dari total pelayanan setelah program JKN dilaksanakan.
“Hal ini didorong oleh ketentuan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kepala LKPP [Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa] No. 6/2016,” ujarnya dalam diskusi Potensi Fraud di Tengah Isu Kelangkaan Obat, Selasa (26/2/2019).
Dia melanjutnya, di era JKN, terjadi perubahan mekanisme pengadaan obat yang ditandai dengan penerapan formula nasional untuk mengendalikan mutu obat serta memaksa fasilitas kesehatan untuk berbelanja obat melalui e-katalog sebagai pengendali harga.
Regulasi ini, lanjutnya mendorong fasilitas kesehatan untuk meninggalkan pengadaan obat secara konvensional sekaligus mempersemput ruang terjadinya fraud.
Akan tetapi, lanjutnya, berdasarkan regulasi terbaru yakni Peraturan Lembaga LKPP No. 11/2018 tentang katalog yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden No. 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, tidak ada lagi kewajiban belanja melalui e-katalog.
KPK, lanjutnya, menilai aturan ini buka peluang bagi fasilitas kesehatan (faskes) untuk melakukan pengadaan konvensional. “Kami agak khawatir karena menimbulkan multitafsir dalam regulasi ini,” ucapnya.
Dia mengatakan badan kesehatan dunia (World Health Organisation/WHO) pernah memaparkan contoh pengadaan obat untuk asuransi sosial yang terbaik harus memenuhi beberapa aspek yakni adanya formula nasional yang di Indonesia diwujudkan dengan formula nasional.
Selain itu, standard penanganan pasien oleh tenaga medis untuk menghindari pemberian tindakan yang tidak perlu sekaligus mencegah terjadinya pembengkakan biaya pengobatan serta pengadaan transparan yang diwujudkan dengan e-katalog sebagai pengendali harga.