Bisnis.com, JAKARTA - Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) siap mengubah strategi perjuangannya dari mayoritas tak bersuara menjadi mayoritas bersuara (silent majority to noisy majority) untuk bangkit membela bangsa.
Demikian dikemukakan oleh Ketua Pantitia Harlah ke-73 Muslimat NU, Yenny Wahid dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (28/1/2019).
Yenny Wahid menyatakan peringatan hari lahir yang dihadiri 100 ribu lebih ibu-ibu Muslimat di Gelora Bung Karno kemarin juga diharapkan menjadikan NU dan Muslimat NU sebagai mayoritas umat Islam di Indonesia yang toleran dan moderat.
“Nah, sekarang sudah saatnya NU dan termasuk Muslimat bangkit membela bangsa dan melakukan perlawanan. Saya bilang, the silent majority now declares as the noisy majority. Mayoritas yang diam sekarang telah menjadi mayoritas yang bersuara. Itu sikap keluarga besar NU melihat kondisi kebangsaan hari ini,” kata Yenny Wahid.
Seperti diketahui, peringatan Harlah Muslimat NU di GBK pada Minggu (27/1/2019) kemarin, dihadiri oleh Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo,
Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj, Ketua Umum PP Muslimat Khofifah Indar Parawansa, serta para sesepuh NU dan beberapa menteri Kabinet Kerja.
Yenny Wahid tak menampik jika ada yang menyebut peringatan Harlah Muslimat yang mendatangkan seratusan ribu anggota Muslimat ke Jakarta sebagai manuver politis. Akan tetapi dia mengatakan bahwa nilai politisnya bukan politis praktis.
“Kita lebih pada tataran kebangsaan. Kita ingin menguatkan Aswaja (ahli sunnah wal jamaah) karena bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapai komunitas Islam di Indonesia dan bahkan di dunia,” ujar Yenny Wahid.
Yenny Wahid mengatakan ada dua tujuan utama hari lahr Muslimat NU itu digelar di Jakarta. Pertama, Muslimat melihat ada suasana tegang di tengah masyarakat menjelang Pilpres 2019.
Kedua, Muslimat dan NU ingin menunjukkan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia merupakan umat yang toleran dan moderat.
“Jadi sebenarnya Harlah Muslimat kali ini merupakan upaya menunjukkan kepada masyarakat agar jangan ragu tentang identitas umat Islam di Indonesia,” ujarnya.