Bisnis.com, JAKARTA -- Penasihat hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, membantah pembebasan Abu Bakar Ba'asyir sebagai upaya mengerek elektabilitas pasangan peserta Pilpres 2019 nomor urut 1 itu.
Dia mengklaim upaya pembebasan Ba'asyir sebenarnya dilakukan sebelum masa kampanye. Bahkan, narapidana terorisme ini mestinya bebas pada Desember 2018.
Namun, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi membuat prosesnya baru bisa dilakukan sekarang.
"Kami enggak berpikir soal elektabilitas, saya diberikan tugas oleh presiden kumpulkan data, amati, jalankan, dan saya laporkan lagi ke presiden," ujar Yusril, seperti dilansir Tempo, Sabtu (19/1/2019).
Dia melanjutkan pembebasan merupakan hak Ba'asyir mengingat usianya sudah menginjak 81 tahun, kondisi kesehatannya terus menurun, dan dia sudah menjalani dua pertiga masa tahanannya.
"Pak Jokowi sudah tegaskan, kali ini pembebasan harus berhasil dan tanpa syarat, pertimbangannya hanya kemanusiaan," terang Yusril.
Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng) ini ditegaskan bebas murni alias tanpa syarat dan tidak ada pengamanan khusus setelah dia bebas.
Proses administrasi pembebasan Ba'asyir seharusnya dapat diproses pada Senin (21/1). Tetapi, atas permintaannya, dia baru bisa menghirup udara bebas pada Kamis (24/1) dan selanjutnya disebut akan menetap di Solo.
Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011. Saat itu, Majelis Hakim memutuskan dia terbukti sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Persidangan tersebut digelar untuk dakwaan primer keterlibatan Ba'asyir dalam pelatihan militer di Janto, Aceh.
Sebelum ditahan di Lapas Gunung Sindur, Bogor sejak 2016, Ba'asyir ditahan di Nusakambangan. Namun, dia dipindahkan karena kondisi kesehatannya menurun.