Bisnis.com, PANDEGLANG – Korban tsunami Selat Sunda perlu mendapatkan terapi psikis atau kejiwaan guna mencegah depresi berkepanjangan yang berdampak buruk terhadap kualitas dan produktivitas masyarakat, kata seorang relawan.
"Kami berharap para korban tsunami itu menerima terapi atau bimbingan kejiwaan agar mereka kembali pulih pada kehidupan normal," kata Suswanto, relawan dari Jakarta saat mengunjungi Labuan, Pandeglang, Selasa (1/1/2019).
Dia memastikan banyak korban tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 itu kini mengalami depresi karena harta bendanya hilang ataupun rusak serta ketakutan ancaman bencana.
Mereka yang semula strata ekonominya cukup baik, dengan adanya bencana kehidupanya menjadi terpuruk. Dia memberi contoh seorang juragan ikan juga memiliki kapal, tetapi kondisi kapal miliknya rusak berat.
Begitu pula masyarakat yang memiliki rumah bagus, harta berharga, dan kendaraan, tetapi seketika hancur bahkan hilang. Di samping itu, ketakutan membayangi jiwa mereka pascatsunami.
Oleh karena itu, tuturnya, mereka yang terdampak tsunami perlu mendapat terapi psikis maupun bimbingan keagamaan untuk memulihkan kejiwaan korban.
Dia mengatakan apabila mereka tidak dilakukan terapi dan bimbingan dikhawatirkan, akan muncul depresi berat. "Kami yakin melalui terapi dan bimbingan itu bisa mengembalikan kehidupan normal," ucap Suszwanto.
Samsudin, warga Panimbang, mengatakan ada warga yang terdampak tsunami di wilayah itu meninggal dunia pada hari kedua pascatsunami.
Padahal, katanya, dia sehari sebelumnya sudah mengungsi dan hari kedua pulang kembali ke rumah yang jaraknya berjauhan dengan pantai. Namun, saat menerima kabar air laut naik dan sirine tanda bencana berbunyi, kejiwaanya terganggu hingga tak sadarkan diri dan meninggal dunia.
"Korban itu dipastikan terganggu kejiwaanya karena ketakutan, sehingga perlu adanya terapi psikis dan bimbingan keagamaan," paparnya.