Bisnis.com, JAKARTA — KPK telah menerima penetapan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Eddy Sindoro yang sebelumnya merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) memberi hadiah atau janji terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sesuai dengan jadwal, Eddy Sindoro akan menjalani persidangan pertamanya pada Kamis (27/12/2018) di PN Jakarta Pusat.
"Pada rencana hari sidang tersebut, JPU akan membacakan Dakwaan yang telah disusun sebagai awalan untuk proses pembuktian lebih lanjut di rangkaian sidang berikutnya," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (26/12/2018).
Proses penyidikan untuk Eddy Sindoro sendiri telah selesai pada 10 Desember lalu dan dilakukan pelimpahan berkas dan tersangka.
Total 38 saksi telah diperiksa untuk tersangka Eddy Sindoro yang terdiri dari berbagai macam unsur, yaitu:
• Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia
• PNS Mahkamah Agung Republik Indonesia, Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
• Direktur PT. Metropolitan Tirta Perdana (PT. MTP)
• Sekretaris Paramount Land
• Advokat Cakra & Co Acvocate & Legal Consultant, dan
• Swasta lainnya
Eddy Sindoro di disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, Lucas yang didakwa dengan sengaja mencegah, merintangi, dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan KPK untuk kasus dugaan suap pada pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tersangka Eddy Sindoro, saat ini masih menjalani persidangan di PN Jakarta Pusat.
Dua orang telah divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus ini, yaitu Doddy Aryanto Supeno (swasta) yang divonis pidana penjara empat tahun dan denda Rp150 juta subsidair enam bulan, dan Edy Nasution, seorang Panitera/Sekretaris pada PN Jakarta Pusat dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair enam bulan.