Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Rocky Gerung, Selasa (4/12/2018), memenuhi panggilan pihak Kepolisian sebagai saksi kasus hoaks Ratna Sarumpaet.
Rocky Gerung dijadwalkan memenuhi panggilan pihak kepolisian untuk memperjelas alur pengiriman foto lebam penganiayaan Ratna Sarumpaet yang ternyata hoaks dan mengakibatkan kegaduhan di masyarakat.
Pria yang dikenal sebagai pengajar filsafat di Universitas Indonesia (UI) ini mengaku belum mengetahui foto mana yang membuatnya diperiksa. Sebab ketika kejadian berlangsung, dirinya mengaku sedang mendaki gunung Elbus di Rusia.
"Saya belum tahu, saya jawab nanti kalau diperiksa. Nanti, kan saya belum tahu apa yang mau ditanya. Kalau ditanya soal kejadian saya tidak berada di Jakarta. Sebagai saksi fakta, tidak mungkin secara faktual saya mengetahui sesuatu," jelas Rocky.
Rocky juga belum mengatakan secara pasti apakah mendapatkan foto lebam Ratna Sarumpaet dari media sosial atau dikirimkan seseorang secara langsung.
"Saya jelaskan ke Polisi dulu baru kalian tanyakan," tambahnya.
Kini Rocky sedang menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Sebelumnya pihak Kepolisian telah meminta keterangan Nanik S Deyang, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Keterangan Nanik dan Rocky akan digunakan Polisi untuk melengkapi berkas perkara Ratna Sarumpaet yang kini masih berstatus dikembalikan ke penyidik (P19).
"Berkaitan dengan foto lebamnya daripada ibu Ratna Sarumpaet itu dikirim ke siapa, kapan, itu diperjelas," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, Rabu (28/11/2018).
Pihak Kepolisian sebelumnya telah meminta keterangan dari Said Iqbal, Amien Rais, dokter Sidik Setiamihardja, Asiantoro, Dahnil Anzar Simanjuntak, serta saksi tambahan lain, yaitu karyawan RS bernama Ahmad Rubangi dan artis sekaligus anak kandung Ratna Sarumpaet, Atiqah Hasiholan.
Ratna Sarumpaet kini menjalani masa perpanjangan tahanan di rutan Polda Metro Jaya dan dijerat pasal 14 juncto pasal UU no 1 tahun 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman maksimal penjara 10 tahun.