Bisnis.com, JAKARTA — Pihak kepolisian berniat memperjelas alur pengiriman foto lebam penganiayaan Ratna Sarumpaet yang ternyata hoaks dan mengakibatkan kegaduhan di masyarakat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyatakan hal tersebut terkait pemeriksaan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Nanik S Deyang yang ketiga kali.
"Pemeriksaan bu Nanik, petunjuk [dari] jaksa ada beberapa yang harus dipertajam pertanyaannya. Artinya penyidik perjelas kembali daripada jawaban ibu Nanik pada saat ditanya [di pemeriksaan sebelumnya]," ungkap Argo pada Rabu (28/11/2018).
Kejelasan alur pengiriman foto tersebut, juga berkaitan dari penyitaan ponsel Nanik sebagai barang bukti sejak Jumat (26/10/2018).
"Yaitu berkaitan dengan foto lebamnya daripada ibu Ratna Sarumpaet itu dikirim ke siapa, kapan, itu diperjelas. Itu garis besarnya dari pemeriksaan ibu Nanik S Deyang," tambah Argo.
Selain Nanik, pengamat poitik Rocky Gerung juga akan diperiksa terkait foto lebam tersangka berinisial RS ini. Rocky diduga turut mendapatkan kiriman foto tersebut sebelum isu hoaks tersebut menjadi viral di masyarakat.
"Agendanya [pemeriksaan Rocky Gerung] akan kita lakukan pada tanggal 4 Desember, hari Selasa, jam 10.00, yang bersangkutan kita mintai keterangan," tambahnya.
Keterangan keduanya merupakan petunjuk jaksa peneliti yang telah mengembalikan berkas perkara RS kepada penyidik (P19). Setelah dilengkapi, nantinya berkas perkara RS akan dipersiapkan untuk pelimpahan tahap kedua (P21).
Pihak kepolisian sebelumnya telah meminta keterangan dari Said Iqbal, Amien Rais, dokter Sidik Setiamihardja, Asiantoro, Dahnil Anzar Simanjuntak, serta saksi tambahan lain, yaitu karyawan Ratna bernama Ahmad Rubangi dan artis sekaligus anak kandung RS, Atiqah Hasiholan.
Kini Ratna Sarumpaet masih ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya hingga proses penyidikan selesai.
Baca Juga
Ratna akan dijerat pasal 14 juncto pasal UU no 1 tahun 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong, yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dan pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman maksimal penjara 10 tahun.