Bisnis.com, BOGOR -- Presiden Joko Widodo menyatakan kebijakan investasi dan insentif perpajakan yang diberikan pemerintah kepada industri perlu dievaluasi berkala.
Pernyataan itu disampaikannya dalam rapat terbatas mengenai kebijakan investasi dan perpajakan di Istana Kepresidenan Bogor, Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/11/2018).
Presiden mengatakan pemerintah telah dan akan terus melakukan perbaikan-perbaikan di bidang investasi sehingga Indonesia lebih kompetitif dan semakin kompetitif.
"Saya minta agar kebijakan-kebijakan terkait dengan investasi, insentif perpajakan, perlu kita evaluasi berkala sehingga lebih menarik dibandingkan negara lain dan betul-betul bisa berjalan efektif di dalam pelaksanaannya," ujar Jokowi di depan para peserta rapat yang merupakan Menteri Kabinet Kerja.
Presiden menilai defisit transaksi berjalan, termasuk neraca perdagangan, memerlukan perbaikan. Menurutnya, perbaikan itu dapat dilakukan dengan investasi dan ekspor.
Pemerintah, lanjut Jokowi, harus memastikan bahwa investasi yang mendapatkan insentif adalah sektor-sektor yang betul-betul memperkuat industri dan ekonomi nasional serta mendorong transformasi ekonomi.
Selain itu, investasi yang mendapatkan insentif merupakan sektor yang memperkuat hilirisasi dari bahan mentah ke industri pengolahan dan memperkuat industri yang berorientasi ekspor serta bisa memberikan nilai tambah.
"Sehingga, kita bisa merevitalisasi industri dan dapat mengurangi impor bahan baku serta menumbuhkan industri yang memanfaatkan sumber daya ekonomi lokal yang kita miliki," ucap Presiden.
Akhir pekan lalu, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI, yang salah satu kebijakannya adalah relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Secara keseluruhan, ada 54 bidang usaha yang diusulkan dikeluarkan dari DNI.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menerangkan kebijakan ini termasuk strategi untuk mendorong perkembangan sektor-sektor unggulan.
Selain itu, juga untuk optimalisasi atas dua relaksasi DNI sebelumnya yang dilakukan pada 2014 dan 2016. Pasalnya, masih terdapat 51 bidang usaha yang tidak mampu menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri.