Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum segera mengundang ahli hukum tata negara untuk mendiskusikan hasil putusan Mahkamah Agung yang membolehkan pengurus partai politik menjadi senator.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan bahwa pembahasan ini untuk menyikapi perbedaan pandangan antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konsitusi (MK).
KPU memandang putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 tertanggal 23 Juli lalu menyatakan bahwa pengurus partai politik dilarang menjadi anggota DPD.
Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, MK menjelaskan bahwa putusan ini memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Itu berarti sejak pemilu 2019 hingga seterusnya pengurus partai tidak bisa mendaftarkan diri sebagai caleg DPD.
Kemudian KPU memperbaiki Peraturan KPU (PKPU) 14/2018 menjadi PKPU 26/2018 yang melarang pengurus partai menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Tidak terima atas peraturan itu, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menguji materi PKPU 26 ke MA dan mengabulkannya karena menganggap norma tersebut tidak menjamin azas kepastian hukum sesuai ketentuan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Setelah menerima putusan, Arief membaca MA tidak pernah membatalkan PKPU tentang tindak lanjut putusan MK.
“Cuma soal timing-nya. Kalau memang itu dilakukan sekarang, kan sekarang sudah selesai keluar DCT [Daftar Calon Tetap]. Sementara KPU dulu mengambil putusan itu dilaksankan ketika belum masuk ke DCT. Sekarang kan sudah keluar DCT-Nya dan putusannya [MA] baru keluar. Itu nanti yang kami konsultasikan,” kata Arief saat ditemui di ruangan kerjanya.
Konsultasi ini jelas Arief dimaksudkan agar tidak ada saling tumpang tindih antara dua lembaga tersebut karena KPU membuat peraturan sesuai regulasi.