Kabar24.com, JAKARTA — Pemerintah menilai frasa ‘citra diri’ dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum perlu dipertahankan untuk mencegah partai politik peserta pemilu melakukan kampanye di luar jadwal.
Frasa ‘citra diri’ dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu merupakan salah satu unsur muatan kampanye selain visi, misi, dan program peserta pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian mendefinisikan citra diri itu meliputi logo dan nomor urut parpol.
Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Widodo Sigit Pudjianto mengatakan eksistensi frasa ‘citra diri’ bukan untuk membatasi parpol baru memperkenalkan diri kepada khalayak. Sebaliknya, ketentuan itu menjamin keseteraan peserta pemilu agar berkampanye sesuai waktunya.
“Dibolehkan sosialisasi selama tidak memuat logo dan nomor sebelum kampanye,” katanya dalam sidang uji materi UU Pemilu di Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Sigit menjelaskan pemerintah dan parlemen menyepakati masuknya frasa ‘citra diri’ dalam UU Pemilu setelah berkaca dari pengalaman pemilihan kepala daerah. Seorang petahana, kata dia, terbukti dapat memberikan bantuan sosial kepada rakyat tatkala menjabat.
Aksi tersebut tidak dianggap kampanye di luar jadwal karena tanpa ajakan untuk memilih petahana. Padahal, tindakan bagi-bagi bantuan sosial tidak diragukan lagi bentuk pencitraaan yang menguntungkan petahana kala maju kembali dalam kontestasi.
“Maka disepakati bahwa citra diri dimasukkan dalam terminologi kampanye. Kalau [ditawarkan] di luar kampanye, silahkan Bawaslu semprit,” ujarnya.
Frasa ‘citra diri’ dalam UU Pemilu itu digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) karena dianggap merugikan parpol pendatang baru tersebut. Pemohon menilai tidak ada penjelasan mengenai citra diri dalam UU Pemilu, tetapi justru didefinisikan lewat peraturan KPU.
Akibatnya, Sekretaris Jenderal DPP PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PSI Chandra Wiguna sempat ditindak oleh Badan Pengawas Pemilu karena diduga melakukan kampanye sebelum masa kampanye resmi dibuka pada 23 September.
Pangkal soalnya adalah iklan PSI di media cetak pada 23 April 2018 tidak hanya memuat nama-nama bakal calon wapres dan menteri, tetapi juga logo dan nomor urutnya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2019.
Kendati kasus tersebut tidak berlanjut di Badan Reserse Kriminal Polri, tetapi PSI tetap melanjutkan permohonan uji materi ke MK. Bahkan, gugatan frasa ‘citra diri’ turut dilayangkan oleh dua pemohon perseorangan secara terpisah.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan frasa ‘citra diri’ memang hanya tercantum dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu tanpa ada penjelasan. Bila ingin frasa tersebut dipertahankan, dia meminta pemerintah menambahkan original intent pembentuk UU Pemilu sebagai penguat dalil bagi MK.