Bisnis.com, JAKARTA – Lebih dari 2 pekan lebih musibah gempa, tsunami, dan likuifaksi melanda Donggala-Palu Sulawesi Tengah, tepatnya pada 28 September 2018, warga di tempat-tempat pengungsian masih didera sejumlah masalah.
Masalah itu di antaranya kekurangan pasokan bahan makanan-minuman, pakaian, tenda, dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Mereka mengeluhkan distribusi bantuan kemanusiaan yang tidak merata antara satu tempat pengungsian dengan tempat pengungsian lainnya.
"Warga yang mengungsi di sini tidak tersentuh bantuan kemanusiaan. Kalau ingin dapat bantuan, harus berusaha sendiri mencari ke sana ke mari. Misalnya untuk dapat makanan dan minuman, mesti mencari ke pusat distribusi bantuan," kata Abdul Madjid kepada Bisnis melalui sambungan telepon pada Minggu (14/10/2018).
Untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan di pusat-pusat penyaluran bantuan, warga juga harus berjuang ekstra keras dengan memenuhi sejumlah ketentuan, yang terkadang sulit untuk dipenuhi karena terbentur oleh kondisi.
Ketentuan itu di antaranya warga harus menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga (KK) padahal dokumen kependudukan tersebut hilang bersamaan dengan hancur dan hilangnya rumah mereka.
"Warga perlu kemudahan untuk mendapatkan bantuan darurat. Perlu tindakan arif dan bijak menyikapi kondisi di lapangan," ujar Madjid, warga Kelurahan Silae, Kecamatan Palu Barat.
Baca Juga
Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Masykur, menilai hal mendesak yang perlu dilakukan pemerintah adalah memusatkan para pengungsi dari tempat-tempat pengungsian di beberapa lokasi, menjadi satu lokasi di tempat yang aman dan mudah dijangkau.
Selain itu, perlu dilakukan pemenuhan bahan pangan, kesehatan, dan pendidikan anak-anak sekolah.
Berdasarkan data Posko Penanggulangan Bencana, jumlah pengungsi korban gempa, tsunami dan likuifaksi Donggala-Palu mencapai 78.994 orang, rumah rusak sebanyak 67.310 unit.