Bisnis.com, JAKARTA – Setelah sempat berpindah-pindah ke sejumlah negara, mantan petinggi kelompok bisnis Lippo Group Eddy Sindoro, akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Eddy Sindoro (ESI) merupakan tersangka kasus dugaan suap panitera Edy Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Tersangka ESI telah menyerahkan diri ke KPK berkat bantuan dari sejumlah instansi, yaitu Kedutaan, Polri, dan Imigrasi, serta informasi dari masyarakat yang disampaikan pada kami," ujar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo,” Jumat (12/10/2018).
Selain itu, proses pengembalian Eddy Sindoro juga dibantu oleh otoritas Singapura.
Eddy Sindoro menyerahkan diri ke lembaga antikorupsi tersebut melalui Atase Kepolisian RI di Singapura pada Jumat (12/10/2018).
Sebelum menyerahkan diri, ESI sempat berkoordinasi dengan mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
"Kurang lebih dua minggu yang lalu saya dihubungi oleh seorang jaringan saya. Kami yang biasa bergerak di bidang penyidikan itu punya jaringan-jaringan yang hidden di berbagai tempat dan negara, yang mengatakan bahwa seorang tersangka DPO KPK atas nama ESI berkeinginan untuk menyerahkan diri," ujar Taufiequrachman yang menjabat Ketua KPK sebelum Antasari Azhar, Jumat (12/10/2018).
Sekitar pukul 12.20 waktu Singapura, Eddy Sindoro dibawa ke Indonesia menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Hampir dua jam kemudian, tepatnya pukul 14.30 WIB Eddy Sindoro tiba di gedung KPK dan langsung menjalani pemeriksaan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan bahwa Eddy Sindoro diduga berpindah-pindah ke sejumlah negara—di antaranya Thailand, Malaysia, Singapura, dan Myanmar—dalam rentang waktu 2016—2018.
"Pada November 2017, ESI diduga mencoba melakukan perpanjangan paspor Indonesia di Myanmar," ujar Saut.
Terkait dengan koordinasi yang dilakukan ESI sebelum menyerahkan diri ke KPK, Saut mengatakan bahwa dihubunginya Taufiequrachman yang saat ini tidak lagi menjabat sebagai pimpinan di KPK, merupakan persoalan menarik.
"Ini soal trust. Oleh sebab itu saya mengatakan aset-aset seperti Pak Ruki ini yang harus di-maintain," ujarnya.
PROSES HUKUM
Sementara itu, Eddy Sindoro seusai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 6 jam di gedung KPK mengatakan bahwa dia siap untuk menjalani proses hukum.
"[Saya] Siap untuk menjalani proses hukum," ujar Eddy singkat, Jumat (12/10/2018).
Di sisi lain, Kuasa Hukum Eddy Sindoro, Eko Prananto mengatakan bahwa kliennya berkeinginan menyelesaikan perkara yang sedang dihadapi sehingga akhirnya menyerahkan diri.
"Dia menyerahkan diri. Enggak ada ancaman sama sekali," jelas Eko Prananto.
Namun, selaku kuasa hukum, Eko Prananto tidak mengetahui alasan jelas kenapa kliennya tidak segera menyerahkan diri. "Saya enggak tahu karena saya cuma menerima surat kuasa. Saya terbang ke Singapura, lalu ketemu beliau. Beliau menyatakan menyerahkan diri, ya saya bawa ke kedutaan," lanjutnya.
Komunikasi antara Eddy Sindoro dan Eko Prananto baru terjadi dalam beberapa hari belakangan. Keduanya terlibat dalam pembicaraan mengenai rencana penyerahan diri.
Tidak hanya menyelesaikan perkara, penyerahan diri Eddy Sindoro, menurut kuasa hukumnya, juga disebabkan oleh kemungkinan bahwa tersangka merasa tidak bersalah. "Alasannya ingin selesai perkara karena dia mungkin juga merasa tidak bersalah," ujar Eko.
TANGKAP TANGAN
Kasus ini berawal dari tertangkap tangannya Doddy Aryanto Supeno (swasta) dan Edy Nasution, seorang panitera/sekretaris pada PN Jakarta Pusat pada April 2016. Kedua orang tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Eddy Sindoro sempat dipanggil KPK pada Mei 2016 sebanyak dua kali sebagai saksi, tetapi tidak pernah hadir tanpa memberikan keterangan.
Enam bulan kemudian, tepatnya pada November 2016, Eddy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pada bulan yang sama, yang bersangkutan juga tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Sampai akhirnya pada Agustus 2018, KPK meminta agar Eddy Sindoro ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam pengembangan penyidikan sejak November 2016, KPK sudah memeriksa 28 saksi untuk tersangka Eddy Sindoro.
KPK juga menetapkan seorang advokat bernama Lucas sebagai tersangka karena memiliki peran menyembunyikan keberadaan Eddy Sindoro.
Oleh KPK, pria berkacamata jebolan program master kenotariatan di Universitas Airlangga Surabaya pada 1995 itu diduga melakukan perbuatan menghindarkan tersangka Eddy Sindoro dari proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK.
Terhadap kasus suap panitera Edy Nasution, Eddy Sindoro di disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.