Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung divonis 13 tahun penjara beserta denda pidana sebesar Rp700 juta subsider kurungan selama tiga bulan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana yang telah didakwakan. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dengan pidana penjara selama 13 tahun dan pidana denda sebesar Rp700 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto di PN Jakarta Pusat, Senin (24/9).
Putusan sidang yang dijatuhkan kepada Syafruddin lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang tuntutan pada 3 September 2018, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Syafruddin 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sepuluh hari kemudian, Syafruddin membacakan pleidoi. Ketika itu, dia mengaku merasa heran, aneh, janggal, serta terkesan ada hal yang dipaksakan terkait dengan penuntasan kasus BLBI.
"Sejak ditetapkan tersangka pada Maret 2017 hingga saat ini, kami membacakan pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kami masih merasa heran, aneh, janggal dan terkesan dipaksakan atas kontruksi hukum yang dibuat oleh penyidik dan penuntut umum KPK yang telah menetapkan tersangka dan terdakwa dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim," papar Syafruddin.
Menanggapi hal tersebut, KPK selaku penegak hukum menilai relatif tidak ada hal yang baru dan signifikan dalam poin-poin yang disampaikan terdakwa Syafruddin dalam pleidoinya.
"JPU KPK telah mendengar selama dua hari ini [soal] pembelaan tersebut. Tentu saja, seluruh yang disampaikan terdakwa atau kuasa hukum tersebut, terlepas benar atau tidaknya, adalah hak dari pihak terdakwa. Namun, KPK memandang relatif tidak ada hal yang baru dan signifikan dalam poin-poin yang disampaikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (14/9).