Bisnis.com, JAKARTA - Status bencana nasional hanya dialami satu kali di Indonesia dalam 14 tahun terakhir sejak tahun 2004 silam sampai dengan hari ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di kantornya.
“2004 sampai sekarang baru sekali, itu pada di Aceh, kabupaten, provinsi, lumpuh total, maka menyerahkan kepada pemerintah pusat, dan presiden meminta bantuan internasional,” ujarnya di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Lebih lanjut, Indonesia sebelumnya mengalami bencana yang lebih parah dampaknya jika dibandingkan dengan gempa di Lombok saat ini, namun statusnya tidak dinaikan menjadi status bencana nasional.
Sebagai contoh, gempa bumi 2006 di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menelan korban meninggal dunia sebanyak 5.773 jiwa, dengan kerugian materi sebesar Rp29,2 triliun. Gempa bumi Sumatra Barat 2009 dengan 1.197 jiwa meninggal dunia, kerugian materi Rp21,6 triliun.
“Pada bencana gempa bumi di Yogya bahkan pemerintah pusat tidak bisa masuk, karena Sultan mengatakan mampu untuk mengatasi bencana,” ungkapnya
Selain itu Erupsi Gunung Merapi 2010 dengan korban meninggal dunia 386 jiwa dan kerugian materi Rp4,23 triliun. Tsunami Mentawai korban meninggal dunia dan hilang 503 jiwa dengan kerugian materi Rp697,82. Yang terakhir kebakaran hutan dan lahan di tahun 2015 dengan korban meninggal dunia 24 jiwa dan kerugian materi Rp221 triliun.
Ditambahkan oleh Sutopo, berbagai negara di dunia cenderung enggan untuk menaikkan status bencana menjadi status bencana nasional.
“Status bencana nasional menunjukkan kelemahan negara tersebut, maka jarang negara di dunia menetapkan itu,” pungkasnya.
Sebelumnya, banyak desakan kepada pemerintah untuk menaik status bencana di Lombok menjadi Status Bencana Nasional karena dampak gempa bumi di nilai semakin parah dan meluas.