Bisnis.com, JAKARTA – Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal resmi menggugat kemenangan kotak kosong di Pilwalkot Makassar 2018 ke Mahkamah Konstitusi.
Pilkada/Pilwalkot pada 27 Juni, kotak kosong dicoblos 300.795 pemilih Makassar, berbanding 264.245 suara yang didapat Munafri-Rachmatika. Selisih 36.550 suara atau 6,46% dari total suara sah tersebut diklaim karena kecurangan.
Berdasarkan UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), sengketa di daerah berpenduduk di atas 1 juta jiwa dapat diajukan ke MK jika selisih suara dengan pemenang 0,5% dari total suara sah. Ketentuan ini berlaku untuk Kota Makassar.
Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Munafri-Rachmatika, meminta MK mengesampingkan syarat selisih suara tersebut mengingat kliennya berselisih lebih dari ambang batas.
Menurut dia, Pilwalkot Makassar 2018 tidak dapat disamakan dengan pilkada kotak kosong di daerah lain.
Awalnya, kontestasi itu diikuti oleh Munafri-Rachmatika dan Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti Ilham. Namun, pasangan Ramdhan-Indira didiskualifikasi oleh Mahkamah Agung karena Ramdhan dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai petahana.
Yusril berpendapat kekalahan kliennya disebabkan Ramdhan-Indira aktif mengkampanyekan kotak kosong. Apalagi, Ramdhan merupakan Wali Kota Makassar yang memiliki kewenangan memobilisasi aparatur sipil negara (ASN).
"Pembuat UU tidak memikirkan kalau ada kasus ini. Kami berharap Mahkamah bisa mempertimbangkan agar perkara bisa masuk tahapan selanjutnya," kata Yusril dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Dalam petitumnya, Munafri-Rachmatika meminta seluruh suara kotak kosong dinyatakan tidak sah karena adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Dengan demikian, pasangan tersebut dinyatakan sebagai peraih suara terbanyak Pilwalkot Makassar 2018.