Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih bisa mendeteksi mantan koruptor yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) meski belum mendapat berkas daftar terpidana yang dilarang ikut serta.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan petugas verifikasi berkas bisa mengacu pada dokumen-dokumen yang diserahkan para calon melalui partai politik.
"Kita bisa lakukan banyak cara mendeteksi. Pertama, kan ada di dokumennya. Oh, misalnya, dia nyuri ayam. Itu tidak apa-apa. Tapi begitu kasusnya korupsi, itu kami kembalikan," ujarnya di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota menyatakan dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Walaupun masih bisa mengecek dengan cara lain, Arief berharap bisa mendapat berkas dari Mahkamah Agung (MA) terkait mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi untuk memudahkan pemeriksaan.
Selain itu, dokumen hukum dari MA ini bisa dijadikan landasan KPU untuk mencoret para calon untuk menghindari gugatan.
Oleh karena itu, KPU harus hati-hati dalam menentukan bahwa seorang calon terkena larangan mendaftar. Terlebih, peserta yang ikut pemilu mencapai ratusan ribu dari puluhan ribu kursi yang diperebutkan.
Alokasi kursi legislatif di Pileg 2019 yang tersedia yaitu 575 untuk DPR, 136 kursi DPD, 2.207 kursi DPRD provinsi, dan 17.610 kursi DPRD kabupaten/kota.