Bisnis.com, PALEMBANG - Pembahasan RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah di parlemen kini memasuki tahap uji sahih.
Dewan Perwakilan Daerah mengawal RUU tersebut menjadi undang-undang untuk mengoptimalkan tata kelola keuangan negara.
Wakil Ketua Komite IV DPD Siska Marleni di Palembang, Senin (4/6/2018), mengatakan undang-undang yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019 ini kini memasuki tahapan uji sahih dengan melibatkan sejumlah kalangan akademisi, birokrat, dan asosiasi untuk menyerap masukan.
"Kami di DPD mengawal RUU ini dalam upaya untuk mengawal dari sisi penerimaan negara," kata dia di sela-sela kegiatan uji sahih di FH Unsri Palembang.
Ia mengatakan sejauh ini piutang negara kerap menjadi persoalan terutama untuk kasus-kasus piutang tak tertagih, misalnya pihak yang bersangkutan sudah meninggal dunia atau dinyatakan tidak ada pewarisnya.
"Namun petugas negara tidak dapat menyelesaikannya karena payung hukumnya belum ada untuk penghapusan utang. Padahal jika tidak dihapuskan maka akan terus menjadi beban negara karena dianggap sebagai utang yang tidak tertagih, dan ini buruk untuk tata kelola pemerintahan," ujar Siska.
Baca Juga
Untuk itu, DPD terkait RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah ini memfokuskan untuk mencantumkan empat aspek yakni tata kelola keuangan negara secara optimal, ekspansi subjek piutang baru, penyelesaian piutang macet dan penghapusan utang.
Ia mengatakan, walaupun telah ada undang-undang yang mengatur tentang piutang negara yaitu UU Nomor 49 Prp pada tahun 1960 namun keberadaannya sudah tua dan perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini, "Menurut pendapat kami, situasi dan kondisi sudah berubah begini maju, barangkali asumsi-asumsi makro dan mikro juga sudah berubah," ujar dia.
Menurutnya Undang-undang seharusnya mempunyai fungsi korektif dan antisipatif yang artinya suatu undang-undang juga harus bisa menyelesaikan masalah yang ada saat ini tapi juga harus bisa mengantisipasi masalah yang akan terjadi di kemudian hari.
Tidak hanya dalam aspek yuridis, empirik dan sosiologis, Komite IV DPD bersama pihak terkait juga mengumpulkan kerangka gagasan dan pemikiran dari aspek hukum dan ekonomi untuk menggolkan RUU ini menjadi payung hukum.