Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ribuan Orang Teken Petisi KPK Dalam Bahaya

Hingga pukul 21.31 WIB, Minggu (3/6/2018), 3.843 orang telah menandatangani petisi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bahaya yang diinisiasi oleh Sahabat ICW. Adapun bahaya yang dimaksud adalah pembatasan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang tengah dibahas oleh Pemerintah dan DPR.
Gedung KPK./Bisnis-Abdullah Azzam
Gedung KPK./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Hingga pukul 21.31 WIB, Minggu (3/6/2018), 3.843 orang telah menandatangani petisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bahaya yang diinisiasi oleh Sahabat ICW.

Adapun bahaya yang dimaksud adalah pembatasan kewenangan KPK sesuai dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas oleh Pemerintah dan DPR.

Dalam petisi dijelaskan bahwa jika rancangan itu disahkan maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Seperti diketahui, kewenangan KPK tercantum dalam UU KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor

“Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya Kejaksaan dan Kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi,” ujar sahabat ICW.

Aturan ini menurut mereka menjadi kontraproduktif dengan kinerja KPK yang telah teruji selama ini. Triliunan uang negara menurut mereka berhasil diselematkan, puluhan koruptor telah dijaring dalam operasi tangkap tangan, seluruh terdakwa korupsi yang dijerat dan dibawa ke persidangan selalu dinyatakan terbukti bersalah oleh hakim, pelaku korupsi yang ditangkap adalah koruptor kelas kakap mulai dari Ketua DPR, Ketua DPD, sampai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Tidak hanya KPK, Pengadilan Tipikor pun terancam keberadaannya karena jika rancangan ini disahkan kejahatan korupsi akan kembali diperiksa dan diadili Pengadilan Negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa lalu Pengadilan Negeri kerap memberikan vonis ringan bahkan tidak jarang membebaskan pelaku korupsi.

Mereka juga melihat sejumlah ketentuan delik korupsi dalam rancangan justru menguntungkan koruptor. Ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.

“Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara karena rancangan tidak mengatur hal ini. Selain itu, pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum,” ulas mereka dalam petisi.

Dalam petisi, Sahabat ICW meminta Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR serta ketua umum dari partai politik di DPR untuk segera menyelamatkan KPK dari bahaya, dengan segera menarik seluruh aturan atau delik korupsi dalam RKUHP.

Pemerintah dan DPR juga harus lebih memprioritaskan pada pembahasan regulasi atau rancangan undang-undang yang mendukung upaya pemberantasan korupsi seperti Revisi UU Tipikor, RUU Pembatasan Transaksi Tunai dan RUU Perampasan Aset hasil kejahatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper