Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai mesti peka terhadap kebutuhan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengingat tugas dan tanggung jawabnya makin besar.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan pasca disahkannya UU Antiterorisme yang baru, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi organisasi yang lerbih besar dari sebelumnya, sehingga perlu tambahan anggaran yang memadai.
“Presiden punya tanggung jawab agar BNPT ditambah anggarannya karena BNPT perlu penambahan orang dan penambahan posisi jabatan. Ini konsekuensinya butuh tambahan anggaran,” ujarnya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BNPT, Rabu (30/5/2018).
Dengan anggaran yang cukup, Nasir meyakini BNPT bisa menjalankan fungsi-fungsi pencegahan, terutama menyiapkan konsep kesiapsiagaan nasional, kontrol radikalisasi, dan deradikalisasi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Risa Mariska meminta agar BNPT berdialog dengan para tokoh radikal yang menebar terorisme di Tanah Air.
“Dialog ini penting agar BNPT mampu menyerap informasi dan masukan dari tokoh-tokoh radikal untuk penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme,” tuturnya.
Tidak hanya tokoh radikal, BNPT juga harus melakukan pendekatan dengan beberapa pesantren yang dicap radikal termasuk Pesantren Ibnu Mas’ud di Bogor, Jawa Barat. Risa memandang program deradikalisasi yang dijalankan BNPT belum berjalan.
“Saya melihat deradikalisasi tidak berjalan dengan baik karena tidak menyentuh tokoh-tokoh radikal keras,” tambah politisi PDIP tersebut.
Untuk itu, ke depannya BNPT diharapkan berani berhadapan dengan tokoh-tokoh radikal yang keras. Kejadian teror bom terakhir, lanjut Risa, harus menambah pengalaman dan bukan justru menjadi kemunduruan bagi BNPT.