Kabar24.com, JAKARTA -- Pasar tenaga kerja yang sangat ketat di Jepang mulai mencatatkan kenaikan upah. Hal itu diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi dan upaya Bank Sentral Jepang (BOJ) untuk mengerek inflasi.
Jika kenaikan pertumbuhan upah sebesar 2,1% pada Maret berlanjut, maka perekonomian Negeri Sakura dapat digenjot setelah kontraksi dalam yang tidak terduga pada kuartal I/2018.
Yuki Masujima, Ekonom Senior di Bloomberg Economics, menyatakan upah mendapat momentum dari dukungan kondisi pasar tenaga kerja yang sangat ketat.
“Jelas sekali bahwa kondisi sekarang lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (17/5/2018).
Kendati demikian, dia khawatir penguatan pada data Maret akan direvisi turun pada akhir bulan ini.
Salah satu risikonya adalah jika inflasi menguat lebih cepat daripada upah. Hal itu,menurutnya, dapat memotong kekuatan pengeluaran masyarakat yang akan menggerus konsumsi. Adapun data inflasi terbaru akan dirilis pada Jumat (18/5/2018).
Sementara itu sebelumnya, produk domestik bruto (PDB) Jepang yang dirilis Rabu (16/5) memperlihatkan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu mengalami kontraksi secara tahunan di level 0,6% pada Januari-Maret.
Kontraksi itu mengakhiri ekspansi tak terganggu Negeri Sakura selama delapan kuartal sebelumnya dan mengindikasikan bahwa pertumbuhan telah mencapai puncaknya.
Data PDB itu juga memperlihatkan belanja modal melemah 0,1% pada kuartal I/2018, jatuh untuk pertama kalinya dalam enam bulan.
Sementara ekonom memandang perekonomian Jepang dapat kembali tumbuh pada kuartal II/2018 ditopang oleh ekspor. Selain itu, belanja modal juga diperkirakan akan didukung oleh pabrik otomatisasi dan permintaan akan teknologi hemat-pekerja untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja.
“Perbaikan otonom dalam belanja modal sesuai dengan perkiraan survei tankan dari BOJ. Menurut saya, tren naik dalam investasi bisnis yang didukung ekspor dan kekurangan pekerja domestik belum berubah sama sekali,” kata Takeshi Minami, Kepala Ekonom di Norinchukin Research Institute.
Kendati kebijakan proteksionisme AS berpotensi menjadi awan hitam bagi outlook belanja modal Jepang dan ekspornya, Kantor Kabinet Jepang masih optimis bahwa permintaan mesn akan meningkat.