Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan bahwa AS akan menghadapi 'penyesalan bersejarah' jika Donald Trump mengabaikan kesepakatan nuklir Iran.
Hal itu diungkapkan Rouhani menanggapi Presiden Trump yang menyatakan akan memutuskan untuk mundur dari kesepakatan itu dengan batas waktu 12 Mei 2018, seperti dilansir BBC, Senin (7/5/2018).
Trump menyebut kesepakatan yang dicapai di era kepemimpinan Barack Obama itu sebagai kesepakatan "edan". Dalam kesepakatan yang dicapai pada 2015 itu, AS, China, Rusia, Jerman, Prancis, dan Inggris mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson bersiap terbang ke Washington untuk membahas kelanjutan kesepakatan dengan para pejabat Gedung Putih. PBB juga sudah memperingatkan agar Trump tidak keluar dari kesepakatan.
"Jika AS meninggalkan kesepakatan nuklir maka negara itu akan menyebabkan penyesalan bersejarah," ujar Rouhani dalam siaran TV Pemerintah Iran.
Dia juga memperingatkan bahwa Iran memiliki rencana untuk menghadapi setiap kebijakan yang mungkin diambil Trump dan bakal melawan. Teheran telah berulang kali menyatakan bahwa program nuklirnya sepenuhnya untuk perdamaian dan kesepakatan tidak bisa dirundingkan kembali.
Para pembantu Presiden AS Donald Trump sebelumnya dilaporkan menyewa agen intelijen swasta Israel untuk mengatur serangan operasi terhadap sejumlah tokoh penting dalam pemerintahan Obama yang terlibat dalam perundingan nuklir dengan Iran.
Orang-orang Trump itu dilaporkan menghubungi intelijen swasta tersebut pada Mei 2017. Tujuannya untuk memojokkan Ben Rhodes, yang pada masa itu merupakan penasihat keamanan Barack Obama.
Begitu juga terhadap Colin Kahl, deputi asisten Obama, dengan tujuan untuk meningkatkan upaya mendiskreditkan kesepakatan nuklir tersebut.