Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelantikan Komisioner KPPU di Istana Bukti Pemerintah Peduli

Pelantikan Komisioner KPPU di Istana Negara menunjukkan lembaga persaingan usaha itu makin mendapatkan tempat dalam konteks pengambilan kebijakan ekonomi nasional.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) / david Eka Issetiabudi
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) / david Eka Issetiabudi

Bisnis.com, JAKARTA – Pelantikan Komisioner KPPU di Istana Negara menunjukkan lembaga persaingan usaha itu makin mendapatkan tempat dalam konteks pengambilan kebijakan ekonomi nasional.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2012-2018 Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan bahwa tahun-tahun sebelumnya komisioner belum pernah dilantik di Istana Negara.

Selama menjabat, jelasnya, ada dua isu besar yang menjadi fokus pihaknya yakni isu yang bersifat laten dan periodik di komoditas pangan, pendidikan, kesehatan, energi, telekomunikasi, logistik, keuangan dan perbankan, serta sektor-sektor yang secara alamiah dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta.

"Isu kedua, current issues, yaitu isu-isu terkini yang sangat strategis dalam kaitannya dengan ekonomi digital, seperti e-commerce, e-payment, pemanfaatan big data, angkutan berbasis aplikasi online, dan lainnya. Saya berharap agar komisioner KPPU yang baru tetap menjadikan sektor-sektor di atas sebagai prioritas," ujarnya, Rabu (2/5/2018).

Pada masa kepemimpinan dia pula, KPPU berperan aktif secara internasional yang sangat diperlukan dalam konteks Asean, Asia Timur, Internasional Competition Network (ICN) organisasi persaingan global, United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan East Asia Top Level Meeting (EATOP).

Khusus untuk EATOP, lanjutnya, KPPU berperan sebagai inisiator atau pendiri bersama-sama dengan Jepang pada 10 tahun lalu.

Dalam hampir semua organisasi tersebut, menurutnya, KPPU selalu berperan aktif mendorong pengembangan persaingan di berbagai negara di dunia. Seperti di OECD, lanjutnya, KPPU sebagai official observer yang setiap tahun diundang dalam forum sharing session menyampaikan kisah sukses pelaksanaan kebijakan dan hukum persaingan di Indonesia.

KPPU juga selalu menjadi bagian yang memimpin sidang-sidang OECD untuk isu-isu kebijakan dan hukum persaingan.

Dalam konteks Asean, paparnya, KPPU selama ini memposisikan dan diposisikan sebagai guru dalam bidang persaingan usaha. Banyak staf otoritas persaingan negara lainnya yang datang ke KPPU untuk menimbah ilmu persaingan usaha dengan cara menempatkan stafnya di KPPU dalam hitungan bulan hingga tahun.

Selain itu, lanjunya, KPPU juga telah menjadi inisiator pembentukan jaringan pengajar dan peneliti persaingan usaha di Asia Timur.

Inisiatif ini digulirkan di Bali pada 2017, saat KPPU menjadi tuan rumah pertemuan EATOP. Langkah itu dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat menimba ilmu untuk isu-isu persaingan usaha di Asia Timur dan Asean.

Isu lain yang juga sangat strategis bagi perekonomian Indonesia, menurutnya, adalah agenda amendemen UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan lima isu krusial, yakni, penguatan kelembagaan KPPU sehingga sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, menggeser rezim merger dari post merger yang membebani pelaku usaha menjadi pre merger notification yang sejalan dengan praktik internasional terbaik.

Isu lainnya adalah perubahan formula denda persaingan usaha menjadi setinggi-tingginya 30% dari penjualan barang di mana pelaku usaha melakukan pelanggaran dan mengadopsi program liniensi atau whistleblower dengan memberi keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang kooperatif selama periode pemeriksaan.

"Terakhir, memperluas kewenangan KPPU sehingga menjangkau pelaku usaha di negara lain tetapi memiliki kegiatan bisnis di Indoensia," ungkapnya.

Ke depan, menurutnya, KPPU tetap harus menyeimbangkan antara pencegahan dengan penegakan hukum yang kuat. Prinsipnya, mencegah terjadinya pelanggaran jauh lebih baik dibandingkan dengan menghukum tanpa mengabaikan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper