Kabar24.com, JAKARTA- Seorang miliarder asal Mesir Naguib Sawiris, menyebutkan bahwa kinerja Donald Trump lebih baik dari Barack Obama untuk mendapat hak luar negeri AS yang tepat di Timur Tengah.
"Saya pikir apa yang kami lihat hari ini adalah hasil dari pemerintahan Obama," kata Sawiris, di Abu Dhabi, Senin (16/3/2018) seperti yang dikutip oleh CNBC.
Dia mengklaim bahwa tanah Russiagained di Suriah adalah akibat dari kelambanan oleh pemerintahan Obama, yang memungkinkan ekstremis di Timur Tengah untuk berkembang.
"Saya tidak mengatakan Anda harus mengawasi dunia, tetapi Anda tidak bisa membiarkan kejahatan bukanlah urusan Anda.' Jadi saya percaya Presiden Trump berada di jalur yang benar," ungkap Sawiris lagi.
Pemerintahan Obama pada 2012 mengancam akan membalas jika Bashar Assad Suriah menggunakan senjata kimia dalam perang sipil negara itu. Tahun berikutnya, pemerintah Assad membunuh ratusan warga sipil di kota Ghouta dengan senjata kimia, tetapi Amerika Serikat tidak menanggapi dengan kekuatan militer.
Trump suka menyalahkan pemerintahan Obama untuk kebangkitan ISIS dan mengambil keuntungan untuk penurunan kelompok itu. Meskipun sebenarnya ISIS memulai kebangkitannya selama pemerintahan George W. Bush. Dan berkat dukungan pemerintah Obama terhadap Kurdi dalam memerangi kelompok teror, ISIS mulai kehilangan kekuatan militer.
Sawiris sebelumnya mengatakan dia tidak menentang keputusan Trump untuk memerintahkan serangan militer terhadap Suriah, dan dia juga tidak terlihat bahwa perang itu akan berakhir.
Melihat kondisi perang yang terus berlanjut meski ISIS sudah dipukul mundur, Sawiris mengatakan dia lebih menyukai emas sebagai investasi untuk mengamankan kekayaannya.
Sawiris, yang memiliki kekayaan bersih sebesar US$4.2 miliar, terutama di industri telekomunikasi, mengatakan ia lebih suka berinvestasi dalam demokrasi, sehingga dia dapat menghindar berada di bawah kekuasaan penguasa politik.
Satu pengecualian yang dia buat adalah berinvestasi di Korea Utara, di mana Sawiris memiliki sekitar US$250 juta di negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut. Perusahaannya, Orascom Telecom, memegang lisensi telekomunikasi tunggal di Korea Utara.
"Saya selalu berpikir Anda harus menghukum rezim tetapi bukan orang-orangnya. Dan dari perspektif investasi, ada juga banyak hal yang masuk akal di sana. [Nantinya] Ketika, Korea Utara dan Korea Selatan bersatu atau mencapai kesepakatan, aset saya di sana akan bernilai miliaran," tukasnya.