Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengamat mengingatkan bahwa Rusia bisa saja dalam sepekan ini melakukan serangan siber sebagai balasan atas serbuan rudal Barat yang dipimpin AS ke Suriah.
Mengutip para pakar, harian lokal London The Evening Standard, seperti termonitor melalui laman standard.co.uk, menuliskan bahwa serangan siber Rusia itu bisa jadi merupakan tindakan balasan atas serbuan aliansi AS ke Suriah.
Rusia dapat "meluncurkan perang siber dalam beberapa pekan ke depan "sebagai balasan terhadap serangan udara pimpinan AS di Suriah. Serangan siber Rusia diyakini mampu melumpuhkan berbagai meruntuhkan sejumlah perusahaan di London, jaringan transportasi Inggris, dan pelayanan sistem kesehatan Inggris.
Seperti diketahui, Theresa May memuji keberhasilan penyerangan kepada sejumlah "target terbatas" di lokasi-lokasi yang dinilai sebagai tempat penyimpanan senjata kimia rezim Suriah. Sementara Presiden AS Donald Trump menyebutkan bahwa "serangan telah dilakukan dengan sempurna."
Atas serangan tersebut, Rusia memperingatkan "konsekuensi" yang terjadi setelah Perdana Menteri May mendapatkan kecaman karena mengambil keputusan sepenting itu tanpa meminta persetujuan parlemen.
Evening Standard yang sebagian besar sahamnya dimiliki Evgeny Lebedev, anak mantan agen KGB Alexander Lebedev, ini menyebutkan adanya kekhawatiran sejumlah pakar.
Baca Juga
Para ahli khawatir adanya tindakan balasan kepada aliansi Barat terhadap apa yang dipercayai sebagai serangan kimia yang dilakukan rezim Assad di Douma, seminggu yang lalu. Tindakan balasan tersebut dapat memicu terjadinya "perang siber".
Akademisi Inggris Michael Clarke yang mengkhususkan diri dalam pertahanan mengatakan pada Sunday Mirror suatu serangan akan segera terjadi dalam dua atau tiga minggu ke depan.
"Saya menduga Rusia akan memilih untuk tidak menanggapi [serangan Barat] dalam bentuk aksi militer. Tapi perang siber sangat mungkin [terjadi]," katanya.
"Ini akan menjadi serangan terhadap infrastruktur nasional, bukan hanya mengganggu perusahaan di kota ini, tetapi masuk ke dalam sistem transportasi, atau sistem kesehatan, atau kontrol lalu lintas udara. Itu bisa mempengaruhi semua orang," lanjutnya.
Mark Almond, direktur Crisis Research Institute, Oxford setuju bahwa serangan aliansi Barat ke Suriah akan memicu pembalasan. Ia mengingatkan, Inggris paling rentan menghadapi serangan balik tersebut.
Meskipun mengakui bahwa "risiko langsung dari perang yang lebih luas" telah dihindari untuk saat ini, Almond memperingatkan bahwa sumber-sumber konflik potensial masih sangat aktif di Suriah.
Almond menulis di Sunday Telegraph: "Hubungan buruk dengan mudah dapat mendorong pasukan "swasta" Rusia diminta dan dibayar Iran untuk melakukan serangan balasan ke kantong-kantong pasukan AS dan Inggris yang beroperasi di Suriah timur."
"Inggris lebih rentan terhadap serangan balas dendam, meski hanya empat pesawat Tornado yang ikut serta dalam serangan itu, karena mereka terbang dari Akrotiri di Siprus, lokasi yang begitu dekat dengan Suriah dan Lebanon," lanjut Almond.
Respons Kalangan Militer
Sementara itu kalangan militer mendukung serangan ke Suriah. Mereka juga membantah dugaan bahwa Rusia dan Suriah akan menyerang balik.
Lord Dannatt, mantan kepala Angkatan Darat Inggris mengatakan itu "sepenuhnya benar" bahwa Suriah dikenakan sanksi dari Inggris, AS dan Prancis menyusul penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad.
Jika tidak bertindak, ujarnya, akan membuat Barat terlihat lemah.
Menulis di Mail pada Minggu, pensiunan perwira Angkatan Darat, yang juga Kepala Staf Umum dari 2006 hingga 2009, mengatakan: "Perdana Menteri ... layak mendapat ucapan selamat karena keberanian moral untuk melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat."
Lebih jauh Dannatt menyindir parlemen. "Selalu meminta persetujuan dari Parlemen adalah resep untuk tidak bertindak."
Langkah berikutnya bagi Inggris, tambah Dannatt, adalah memainkan perannya dalam membuat semua pihak bertemu "di sekitar meja konferensi" di Jenewa, dan menghentikan perang sipil Suriah.
Lord West, mantan kepala Angkatan Laut Kerajaan Inggris menambahkan bahwa beberapa bentuk aksi militer "harus diambil" atas situasi di Suriah.
Sementara serangan itu adalah "hal sepele" yang berikutnya bisa menjadi "palu besar", ia menambahkan, Bashar Assad akan terlihat "bodoh" jika masih mempertimbangkan untuk menggunakan senjata kimia lagi.
"Theresa May benar untuk tidak pergi ke Parlemen," tulisnya, dalam kolom untuk Sunday Mirror.
Dia menambahkan keyakinannya bahwa Rusia tidak akan menembakkan rudal sebagai aksi balasan. "Itu akan menjadi tindakan perang" - dan Vladimir Putin akan lebih senang untuk "membiarkan semuanya berlalu".